-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

About me

Hello

I'mNur Imroatun Sholihat

IT Auditor and Storyteller

So I heard you are curious about IT and/or auditing. I'm your go-to buddy in this exciting journey. My typical professional life consists of performing (and studying!) IT audit and leading the reporters of the award-winning magazine, Auditoria. Armed with a Master's in Digital Transformation from UNSW Sydney, I'm currently wearing multiple hats—ambassador at IIA Indonesia's Young Leader Community, mentor at ISACA Global, Head of Public Relations at MoF-Cybersecurity Community, and trainer at IIA Indonesia. You'll also find me sharing insights on my YouTube channel, speaking at seminars, and crafting content on LinkedIn. Let's connect and dive into the world of IT and auditing together!

experience

IT Auditor

2017-present

IT governance, cybersecurity, application--my daily struggle, seriously :D

Storyteller

2005-present

Writing keeps me sane :)

Content Creator

2020-present

Creating Youtube videos and LinkedIn posts, hopefully useful

IT Officer

2011-2015

performing IT services--sometimes about people forgot to plug their cords, sometimes serious incidents :p

Blog

TERDATA-DATA

image source: shethepeople.tv

 

Terdata-data /ter.da.ta-da.ta/ a ragu-ragu; bimbang; kebingungan dalam dunia data; 2 tergagap-gagap; tidak lancar berbicara mengenai data: karena takut 3 tersendat-sendat mempelajari data (“terbata-bata” dalam KBBI dengan sedikit penyesuaian. Here it is Kamus Besar Bahasa Iim yang sungguh ilegal itu :p)

 

(Beberapa hari yang lalu, ketika sudah hampir tertidur, tiba-tiba frasa “terdata-data” melintas di kepala dan saya harus bangun untuk menuliskannya sebelum melanjutkan tidur. Zzzzzz. Salah satu hal yang saya syukuri sekaligus tidak dari kecintaan pada dunia menulis adalah bagaimana ketika ide datang, saya harus segera menuliskannya. The perk of being in love with writing. Oke kembali ke laptop, *joke tahun kapaaaan itu, im* saya akan bercerita makna sesungguhnya dari frasa itu.)

 

Di awal tahun 2020, kenyamanan hidup saya terusik ketika saya dipindah ke tim pengembangan data analytics. Sesungguhnya mbok kalau becanda jangan beneran. Saya kan seumur hidup nggak pernah belajar soal data terus tiba-tiba harus masuk tim itu, dengan ekspektasi tidak melalui proses timik-timik, rambatan, apalagi pakai baby walker *sobs*. Bukannya timnya tidak berbaik hati tapi siapa sih yang punya kemewahan belajar dulu baru mengerjakan? Maka saya pun terdata-data, terlunta-lunta, di pusaran gegap gempita ibukota *insert dramatic drum roll sound*. Hari-hari awal saya diisi dengan secara konstan merasa nista karena nggak paham dan nggak paham-paham. 

 

“Penderitaan” belum berakhir karena kemudian saya mendapat amanah menjadi public relations manager MoF-DAC (Ministry of Finance – Data Analytics Community)As the cherry on the cake, saya menjadi host dari Ngotak (Ngobrol Data Keuangan), sebuah siniar untuk mendukung pembentukan data culture di Kemenkeu. Hidup saya sekarang seolah dikepung perdataan: maju ketemu data, nengok disambut data, mundur pun dicegat data. Kalau bahasanya Warkop DKI sihmaju kena mundur kena (a Warkop DKI reference tho’. Hihi.).

 

Semua itu membuat saya seringkali diam-diam tertawa ngakak. Sebuah terdata-data yang sempurna mengingat level saya seumpama baru mengeja alif-ba-ta. Namun, kenyataan bahwa saya berdamai dengan segala beban bahkan kini mulai menikmatinya membuat saya senang. Saya mulai tidak takut ketika orang membicarakan data di depan saya. Saya bahkan berani sesekali melempar pendapat yang barangkali bodoh atau salah di tengah diskusi mengenai data. Saya tidak menyangka keterbata-bataan tidak memberhentikan saya dari beropini. Alasan di baliknya tidak lain sebab orang-orang di sekeliling saya begitu sabar menunggu saya menyelesaikan kalimat. How lucky I am that people patiently listen to me even though I stutter *tissue please*

 

Selain karena didukung oleh lingkungan yang memperlakukan pemula dengan baik dan mengkondisikan orang-orang di dalamnya untuk terus belajar, tentu ada hal-hal yang saya lakukan untuk bisa survive. Demi kaum terdata-data (atau yang terbata-bata di bidang lainnya), saya akan menuliskan bagaimana saya menghadapi masa yang berat itu. Sebagai orang yang kerap memasuki bidang baru dengan tangan kosong, inilah langkah-langkah yang saya tempuh agar tetap waras dan bisa berfungsi sebagaimana mestinya (disclaimer: I don't know if I am qualified to write some tips as I am also still a beginner but let's go on):

 

👉 Menerima

Saya berusaha untuk bersikap lembut pada diri sendiri dan tidak memperlakukan proses belajar sebagai sebuah balapan lari. Saya memberikan kesempatan pada diri untuk belajar lebih lambat dari orang lain. Saya menanamkan pemikiran bahwa progress tidak diukur dari perbandingan saya dengan orang lain tetapi dengan diri saya di masa sebelumnya. Dengan demikian, saya bisa menikmati prosesnya dan mensyukuri privilege yang saya dapatkan berupa berada di situasi yang mendorong untuk belajar. 

P.S.: If you ever heard a statement that brings you down or felt stuck without progress, hang in there. I am with you. Don't give up yet :)


👉 Mencintai

(I know it sounds lame but pleaseee, kapan sih iim nggak garing? hihi). Saya mencari alasan untuk mencintai sesuatu yang saya kerjakan. Saya menelusuri sisi menyenangkan dari apa yang ada di hadapan saya. Alasan senorak "kayanya keren juga kalau bisa ngomongin data" did work on me. hahaha. Receh memang saya.  

But turned out, the point isn't really about that. I start something for a fun reason and then find a "serious" one along the way. When I dive deeper, I get the benefit of doing that something and for that "real" reason, I finally have bigger courage and energy to move forward. So, please find a reason to love what you do, even when it sounds so simple.

 

👉 Membaca

Saya selalu membuka perjalanan di bidang baru dengan membaca dokumentasi terkait hal tersebut. Bagaimana posisi bidang ini di rencana strategis organisasi? Bagaimana roadmap-nya? Bagaimana bunyi panduan pelaksanaannya? Apabila terdapat kajian terkait hal tersebut, saya juga akan membacanya terlebih dahulu. Setelah itu, saya akan mulai membaca buku-buku dan referensi terkait. (Juga berusaha mempelajari better/best practice terkait hal tersebut di organisasi lain).


👉 Mendengarkan (dan googling)

Saya juga mendengarkan orang-orang yang sudah bergelut di bidang itu ketika mereka berdiskusi. Tentu pada mulanya saya tersendat-sendat memahaminya. Googling adalah jalan ninjaku. Hehe. Apa itu SQL? Apa hubungan Hadoop dengan "haduh" yang sering saya ucapkan itu? Makanan apa itu data wrangling? Kenapa ada ular yang mereka bahas? Apakah mereka juga merangkap sebagai pawang ular? (Becanda. Hehe. Python adalah salah satu bahasa pemrograman yang digunakan dalam data analytics).

The struggle is real. I can relate :)
👉 Bertanya

Saya juga berusaha untuk banyak bertanya dan tidak malu mengajukan pertanyaan paling dasar sekalipun. Kelebihan dari penggunaan metode ini adalah kita mendapatkan intisari pengetahuan dan pengalaman orang tersebut yang mungkin jika kita mencarinya sendiri akan menghabiskan begitu banyak waktu. Tidak sia-sia bukan waktu SD saya belajar peribahasa “malu bertanya sesat di jalan”? Saya sungguh menerapkannya di dunia nyata :p


👉 Bernegosiasi

Ini prinsip yang selalu saya pegang: setiap orang memiliki peran di mana dia bisa memberikan yang terbaik dari dirinya. Jika saya tidak bisa berkontribusi secara maksimal melalui sebuah peran, pasti ada sesuatu yang bisa saya lakukan dengan peran lain untuk mendukung pekerjaan tersebut. Saya tidak ragu untuk mengomunikasikan kesulitan dan kekurangan saya dan menyampaikan input bahwa saya bisa membantu dari sisi yang lain. Saya akan bernegosiasi agar organisasi bisa memanfaatkan kemampuan saya (yang sangat sedikit itu) dengan sebaik-baiknya.


Demikian tips saya saat terdata-data. Semoga membantu. Kalau teman-teman, apa nih tipsnya saat menapaki bidang baru? 


Your friend, 

iim

 

RESPECT YOUR PROGRESS

"Be patient with yourself. You are growing stronger every day." (Robert Tew)

source: pinterest.com/jodiokun

Some months ago, I finished a 5-week Australia Awards Scholarship Pre-departure Training Program. I belonged to a class consisting of 13 scholars with various backgrounds, meeting for the first time in a virtual classroom. At the end of the program, every student received a final report, and mine is shown below. 

PELAJARAN YANG SAYA DAPATKAN DARI MENGAJAR CIA REVIEW COURSE PART 3

 


Sebuah catatan perjalanan seseorang yang bermimpi menjadi CIA (Certified Internal Auditor) yang kemudian menjadi pengajar training persiapan ujian CIA. What a humbling experience. Alhamdulillah.

 

Bulan Februari 2021 lalu, saya menerima sebuah pesan yang mengubah hari yang berpelangi: IIA Indonesia menawari saya mengajar CIA Review Course Part 3 (P.S.: ujian sertifikasi CIA terdiri atas 3 bagian dan di bagian ketiga terdapat materi information security dan information technology). Saya membaca ulang deretan huruf di layar untuk meyakinkan pesan ini sungguh nyata dan memang ditujukan kepada saya. Sepanjang pengetahuan saya, IIA Indonesia tidak memiliki track record memilih pengajar CIA yang belum cukup matang secara umur maupun pengalaman. Apakah saya sedang bermimpi saja?

 

Untuk kesekian kali juga saya disadarkan ucapan Junghwan di Reply 1988, “Another term for fate is timing”, benar adanya. Melalui sambungan telepon, perwakilan IIA Indonesia menuturkan bahwa mereka saat ini sedang ingin mendobrak stereotype yang ada dengan memilih pengajar yang mewakili para minoritas (prop to IIA Indonesia for their effort for inclusion). Pemilik CIA didominasi laki-laki? Mari memilih pengajar seorang perempuan. Pemegang sertifikasi CIA identik dengan kematangan umur? Bagaimana kalau memasukkan seseorang yang masih muda di jajaran pengajar agar peserta tersemangati bahwa umur bukanlah alasan seseorang tidak bisa meraih sesuatu?

 

“Selain itu, karena Bu Nur memiliki CISA (Certified Information System Auditor).” Lanjut suara di seberang sana. “Muda, perempuan, dan ada di bidang IT audit. Kami berpikir bahwa Bu Nur cocok mengajar materi information security dan information technology.”. Truth is, I got CIA and CISA designations with a perfect timing. There is a sweet reason why I need to wait for years to get them and now I know. Alhamdulillah.

Sore itu saya belajar, menjadi minoritas telah membukakan saya pintu kesempatan. Tentu ada banyak orang yang jauh lebih pantas di luar sana tetapi betapa beruntungnya saya karena merepresentasikan apa yang IIA Indonesia inginkan. Saya juga akhirnya menyadari bahwa segala perjuangan sulit yang saya alami sebagai seorang minoritas di dunia TI telah menjadi atribut yang merupakan gerbang rezeki. Sebuah pengingat untuk tidak takut menempuh jalan yang berbeda meski sulit.  


Perasaan saya seolah dibanjiri emosi yang begitu hangat. Memori jatuh bangun perjuangan memperoleh CIA yang telah menumpahkan air mata sebab tumpukan kegentaran, kekhawatiran, dan kegagalan berkelebat dalam pikiran. Khususnya di ujian part 3, teringat masa saya menangis menjelang ujian sebab merasa tidak berdaya bahkan setelah membaca buku-buku tebal dan berlatih mengerjakan lebih dari 2000 soal. Bagaimana hati saya tidak gemetaran mendapati doa untuk mendapatkan CIA yang telah saya panjatkan bertahun-tahun dijawab dengan begitu indah. Seolah sedang menegur saya yang kerap meragukan apakah doa saya akan terwujud (padahal jika Allah ingin memberikan semesta seisinya kepadamu pun, itu mudah saja), Allah memberi saya lebih dari apa yang saya minta. Kalau Allah berkehendak, apapun ternyata bisa jadi semudah itu. Segalanya seolah berpihak begitu saja pada kita. Allahu Akbar. 

 

Long story short, karena jadwal CIA Review Course sebelumnya berbenturan dengan jadwal pre-departure training yang harus saya ikuti, saya baru bisa mengajar di periode Juni 2021. Saya mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin karena saya tahu, IIA Indonesia sedang bertaruh untuk mempercayakan kelasnya pada saya. Despite the state of my age and experience (which can be translated as wisdom too), they wanted to give me the opportunity. That moment was such a reminder to not take everything for granted. That’s why, there is no reason for me to not giving my best effort. Saya membaca buku CIA Review dua kali, menyiapkan soal latihan, menambahkan bahan papar dengan materi-materi yang relevan (tips and tricks, pendalaman materi, dll), sampai berlatih mempresentasikannya.

 

23 Juni 2021: hari yang dinanti tiba. Saya memulai debut saya sebagai pengajar CIA Review Course di hadapan 30 peserta. Berkebalikan dengan yang saya cemaskan, saya ternyata tidak merasa nervous selama di dalam kelas. Saya bisa menjalaninya dengan nyaman sebab telah mempersiapkannya dengan sungguh-sungguh. Sekali lagi, persiapan memang segitu pentingnya sih. Sebuah pengingat bagi diri yang terkadang malas mempersiapkan ini bahwa persiapan adalah salah satu faktor penting untuk mendapatkan hasil yang baik.

after 5 hours of teaching :)

Tetapi jika saya ditanya apa pelajaran yang paling penting dari kejadian ini, jawaban saya adalah: untuk tidak pernah mengecilkan sebuah usaha, seminor apapun itu. Ketika saya bertanya bagaimana IIA Indonesia menemukan saya, jawaban yang dilontarkan membuat batin saya semakin teraduk-aduk.

 

“Kami membaca tulisan Bu Nur soal CIA dan CISA.” Kalimat yang membuat hati saya bergemuruh.

 

Someone please hand me some tissues. Huhu. Jujur saja, saya sering meng-underestimate blog saya sendiri. Ah siapa yang mau baca tulisan kamu, im? Siapa juga yang sudi mengenali pemikiranmu yang random itu? Siapa coba yang hidupnya terpengaruhi oleh tulisanmu seperti yang kamu cita-citakan? Coba lihat statistik pengunjung blogmu, biasa saja kan?

 

Padahal blog ini telah memberikan saya begitu banyak kebahagiaan. Saya telah terhubung dengan orang-orang yang tidak saya kenal melalui blog ini. Saya sudah menerima kalimat-kalimat penyemangat dari orang-orang baik yang mampir membaca. Tulisan saya juga telah membantu beberapa orang yang tengah berjuang dengan impian mereka. Kemudian saya diberikan kesempatan mengajar dengan ditemukan melalui tulisan? A whole new level of reminder to never underestimate the power of your writings and also to keep writing even when you think no one read them. To basically do anything good even when you think it will not bring you anywhere. InsyaAllah it will.

 

Ketika pertama kali membuat blog 11 tahun lalu, saya berjanji untuk tetap menulis bahkan jika tulisan saya hanya mempengaruhi 1 orang saja. Bahkan jika hanya ada 1 orang yang merasakan manfaat dari tulisan saya, saya akan tetap menulis di sini. Little did I know, my writings will later provide me a lot of joy which in times, helped me to be stronger and happier. Jadi melalui tulisan ini saya ingin berterima kasih kepada Allah yang telah melimpahi saya dengan kasih sayang meski saya hanyalah hamba yang begitu berkekurangan. Selain itu, saya tidak bisa mengungkapkan betapa banyak rasa terima kasih saya kepada IIA Indonesia untuk bersedia memberikan kepercayaan yang begitu besar. Terakhir, saya ingin berterima kasih pada blog ini karena telah menjadi sarana saya untuk sembuh, bangkit, dan tentunya bertemu dengan orang-orang baik dan kesempatan-kesempatan baik. 

 

I am humbled and thankful.

----------

P.S.: Di hari mengajar tersebut, saya cuti dari kantor 😊

PRIVILEGE VS USAHA

source: learningforjustice.org

(Fyuhhh privilege is such a sensitive topic so I tried to write it carefully. I hope it doesn’t come out in the wrong tone.)


Beberapa waktu yang lalu, Aini Kolbiana yang merupakan salah satu kontributor INJO.ID menghubungi saya  terkait rencana memuat cerita mendapatkan CIA, CISA, dan AAS selama masa pandemi. Singkat cerita, wawancara via telepon itu terjadi di sebuah sore dan saya mengatakan bahwa pandemi bukanlah sesuatu yang mudah bagi siapapun (and I felt sorry to anyone because we have to go through such a difficult period) tetapi saya mencoba sebisa mungkin menyikapinya dengan positif. Saya memanfaatkan masa kerja dari rumah (KDR) di mana saya tidak perlu melakukan perjalanan pulang pergi ke kantor itu untuk mengejar mimpi-mimpi yang sekian lama tertunda dengan alasan “tidak punya waktu” (a.k.a. sok sibuk padahal hanya malas. Hihihi.).


Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE