-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

About me

Hello

I'mNur Imroatun Sholihat

IT Auditor and Storyteller

So I heard you are curious about IT and/or auditing. I'm your go-to buddy in this exciting journey. My typical professional life consists of performing (and studying!) IT audit and managing the award-winning magazine, Auditoria. Armed with a Master's in Digital Transformation from UNSW Sydney, I'm currently wearing multiple hats—ambassador at IIA Indonesia's Young Leader Community, mentor at ISACA Global, Head of Public Relations at MoF-Cybersecurity Community, and trainer at IIA Indonesia. You'll also find me sharing insights on my YouTube channel, speaking at seminars, and crafting content on LinkedIn. Let's connect and dive into the world of IT and auditing together!

Blog

NANTI ADA REZEKINYA

source: thewarsan.com

Manusia tidak akan pernah sepenuhnya memahami konsep rezeki. Sebagiannya adalah hal yang terjelaskan sedangkan sebagian lainnya adalah misteri. Dalam cara bekerja takdir yang misterius itu, percaya saja bahwa nanti akan ada rezeki untuk mimpi-mimpimu.

 

Beberapa hari yang lalu, seorang sahabat bercerita bahwa dia ingin sekali mendapatkan sertifikasi CIA. Bagi sebagian besar orang di dunia audit internal, memiliki gelar Certified Internal Auditor (CIA) memang adalah harapan yang disimpan dalam hati untuk suatu saat diperjuangkan. Tidak terhitung berapa kali orang-orang menyapa saya di LinkedIn maupun blog untuk menceritakan impian ini (dan saya tersenyum turut mendoakan). 


“Tapi ujiannya aja mahal banget. Uangnya dari mana ya,” ujarnya lirih di seberang telepon.

 

CANDALA

source: deviantart.com/hadila

Tuhan, aku akan mengetuk pintu-Mu bak pengemis

Bersandar seraya menyeka gurat-gurat tangis

Seperti gelandangan tak berpayung di bawah gerimis

Pada lindap suratan aku mengais

AKU AKAN BERPURA-PURA KAU TAK NYATA AGAR HATIKU TAK LARA

source: fullhdwallpapers3d.com

"Tonight I can write the saddest poem of all. To think I don't have her to feel that I've lost her." (Tonight I Can Write The Saddest Poem – Pablo Neruda)

 

Dua suku kata namaku seharusnya tidak perlu terdengar menyayat seandainya bukan dia yang mengucapkan. Suara itu seolah bergaung, tidak berbelas kasihan pada deretan waktu yang telah kuhabiskan untuk melupakan. Kuharap tak seorang pun memiliki kekuatan semacam ini. Dia hanya memanggil tetapi mengapa seluruh kenangan membanjiriku, hendak menenggelamkanku.

TERDATA-DATA

image source: shethepeople.tv

 

Terdata-data /ter.da.ta-da.ta/ a ragu-ragu; bimbang; kebingungan dalam dunia data; 2 tergagap-gagap; tidak lancar berbicara mengenai data: karena takut 3 tersendat-sendat mempelajari data (“terbata-bata” dalam KBBI dengan sedikit penyesuaian. Here it is Kamus Besar Bahasa Iim yang sungguh ilegal itu :p)

 

(Beberapa hari yang lalu, ketika sudah hampir tertidur, tiba-tiba frasa “terdata-data” melintas di kepala dan saya harus bangun untuk menuliskannya sebelum melanjutkan tidur. Zzzzzz. Salah satu hal yang saya syukuri sekaligus tidak dari kecintaan pada dunia menulis adalah bagaimana ketika ide datang, saya harus segera menuliskannya. The perk of being in love with writing. Oke kembali ke laptop, *joke tahun kapaaaan itu, im* saya akan bercerita makna sesungguhnya dari frasa itu.)

 

Di awal tahun 2020, kenyamanan hidup saya terusik ketika saya dipindah ke tim pengembangan data analytics. Sesungguhnya mbok kalau becanda jangan beneran. Saya kan seumur hidup nggak pernah belajar soal data terus tiba-tiba harus masuk tim itu, dengan ekspektasi tidak melalui proses timik-timik, rambatan, apalagi pakai baby walker *sobs*. Bukannya timnya tidak berbaik hati tapi siapa sih yang punya kemewahan belajar dulu baru mengerjakan? Maka saya pun terdata-data, terlunta-lunta, di pusaran gegap gempita ibukota *insert dramatic drum roll sound*. Hari-hari awal saya diisi dengan secara konstan merasa nista karena nggak paham dan nggak paham-paham. 

 

“Penderitaan” belum berakhir karena kemudian saya mendapat amanah menjadi public relations manager MoF-DAC (Ministry of Finance – Data Analytics Community)As the cherry on the cake, saya menjadi host dari Ngotak (Ngobrol Data Keuangan), sebuah siniar untuk mendukung pembentukan data culture di Kemenkeu. Hidup saya sekarang seolah dikepung perdataan: maju ketemu data, nengok disambut data, mundur pun dicegat data. Kalau bahasanya Warkop DKI sihmaju kena mundur kena (a Warkop DKI reference tho’. Hihi.).

 

Semua itu membuat saya seringkali diam-diam tertawa ngakak. Sebuah terdata-data yang sempurna mengingat level saya seumpama baru mengeja alif-ba-ta. Namun, kenyataan bahwa saya berdamai dengan segala beban bahkan kini mulai menikmatinya membuat saya senang. Saya mulai tidak takut ketika orang membicarakan data di depan saya. Saya bahkan berani sesekali melempar pendapat yang barangkali bodoh atau salah di tengah diskusi mengenai data. Saya tidak menyangka keterbata-bataan tidak memberhentikan saya dari beropini. Alasan di baliknya tidak lain sebab orang-orang di sekeliling saya begitu sabar menunggu saya menyelesaikan kalimat. How lucky I am that people patiently listen to me even though I stutter *tissue please*

 

Selain karena didukung oleh lingkungan yang memperlakukan pemula dengan baik dan mengkondisikan orang-orang di dalamnya untuk terus belajar, tentu ada hal-hal yang saya lakukan untuk bisa survive. Demi kaum terdata-data (atau yang terbata-bata di bidang lainnya), saya akan menuliskan bagaimana saya menghadapi masa yang berat itu. Sebagai orang yang kerap memasuki bidang baru dengan tangan kosong, inilah langkah-langkah yang saya tempuh agar tetap waras dan bisa berfungsi sebagaimana mestinya (disclaimer: I don't know if I am qualified to write some tips as I am also still a beginner but let's go on):

 

👉 Menerima

Saya berusaha untuk bersikap lembut pada diri sendiri dan tidak memperlakukan proses belajar sebagai sebuah balapan lari. Saya memberikan kesempatan pada diri untuk belajar lebih lambat dari orang lain. Saya menanamkan pemikiran bahwa progress tidak diukur dari perbandingan saya dengan orang lain tetapi dengan diri saya di masa sebelumnya. Dengan demikian, saya bisa menikmati prosesnya dan mensyukuri privilege yang saya dapatkan berupa berada di situasi yang mendorong untuk belajar. 

P.S.: If you ever heard a statement that brings you down or felt stuck without progress, hang in there. I am with you. Don't give up yet :)


👉 Mencintai

(I know it sounds lame but pleaseee, kapan sih iim nggak garing? hihi). Saya mencari alasan untuk mencintai sesuatu yang saya kerjakan. Saya menelusuri sisi menyenangkan dari apa yang ada di hadapan saya. Alasan senorak "kayanya keren juga kalau bisa ngomongin data" did work on me. hahaha. Receh memang saya.  

But turned out, the point isn't really about that. I start something for a fun reason and then find a "serious" one along the way. When I dive deeper, I get the benefit of doing that something and for that "real" reason, I finally have bigger courage and energy to move forward. So, please find a reason to love what you do, even when it sounds so simple.

 

👉 Membaca

Saya selalu membuka perjalanan di bidang baru dengan membaca dokumentasi terkait hal tersebut. Bagaimana posisi bidang ini di rencana strategis organisasi? Bagaimana roadmap-nya? Bagaimana bunyi panduan pelaksanaannya? Apabila terdapat kajian terkait hal tersebut, saya juga akan membacanya terlebih dahulu. Setelah itu, saya akan mulai membaca buku-buku dan referensi terkait. (Juga berusaha mempelajari better/best practice terkait hal tersebut di organisasi lain).


👉 Mendengarkan (dan googling)

Saya juga mendengarkan orang-orang yang sudah bergelut di bidang itu ketika mereka berdiskusi. Tentu pada mulanya saya tersendat-sendat memahaminya. Googling adalah jalan ninjaku. Hehe. Apa itu SQL? Apa hubungan Hadoop dengan "haduh" yang sering saya ucapkan itu? Makanan apa itu data wrangling? Kenapa ada ular yang mereka bahas? Apakah mereka juga merangkap sebagai pawang ular? (Becanda. Hehe. Python adalah salah satu bahasa pemrograman yang digunakan dalam data analytics).

The struggle is real. I can relate :)
👉 Bertanya

Saya juga berusaha untuk banyak bertanya dan tidak malu mengajukan pertanyaan paling dasar sekalipun. Kelebihan dari penggunaan metode ini adalah kita mendapatkan intisari pengetahuan dan pengalaman orang tersebut yang mungkin jika kita mencarinya sendiri akan menghabiskan begitu banyak waktu. Tidak sia-sia bukan waktu SD saya belajar peribahasa “malu bertanya sesat di jalan”? Saya sungguh menerapkannya di dunia nyata :p


👉 Bernegosiasi

Ini prinsip yang selalu saya pegang: setiap orang memiliki peran di mana dia bisa memberikan yang terbaik dari dirinya. Jika saya tidak bisa berkontribusi secara maksimal melalui sebuah peran, pasti ada sesuatu yang bisa saya lakukan dengan peran lain untuk mendukung pekerjaan tersebut. Saya tidak ragu untuk mengomunikasikan kesulitan dan kekurangan saya dan menyampaikan input bahwa saya bisa membantu dari sisi yang lain. Saya akan bernegosiasi agar organisasi bisa memanfaatkan kemampuan saya (yang sangat sedikit itu) dengan sebaik-baiknya.


Demikian tips saya saat terdata-data. Semoga membantu. Kalau teman-teman, apa nih tipsnya saat menapaki bidang baru? 


Your friend, 

iim

 

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE