-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

15 Apr 2011

DUNIA MENANTI KARYAMU, MAHASISWA

  • April 15, 2011
  • by Nur Imroatun Sholihat
”Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." (Pramoedya Ananta Toer)

Membincangkan tulisan selalu mengingatkan saya pada kalimat ampuh milik penulis Pulau Buru itu. Serupa dengan menyoal tulisan, membahas mahasiswa bagi saya juga merupakan hal yang sangat sentimentil. Mahasiswa merupakan fase teristimewa--titik klimaks kehidupan. Ilmu seorang mahasiswa mungkin belum sepenuhnya matang tetapi luapan idealisme menggelorakan setiap kata yang digoresnya. Mahasiswa memiliki pendirian dan semangat khas yang tidak tertukar oleh pengetahuan seluas apapun.

Saking jujurnya nurani mahasiswa, lihatlah betapa banyak bagian dari sang tubuh beralmamater itu yang rela kalau-kalau keberaniannya menghadang lara. Mereka yang turun ke jalan dengan tuntutan lantang, tak sedikit pun gentar bila gas air mata kerap memandikannya, bila ledakan berapi tak asing lagi berdesing di telinganya. Mereka yang berkutat dalam diskusi-diskusi alot, menyatukan raga atas kepentingan rakyat, menorehkan keberaniaan tanpa gentar. Sedemikian menakjubkan sosok ini menjadi alasan terpenting mengapa mahasiswa harus menuliskan suaranya di media massa.

Menulis di media massa memang bukan sebuah kewajiban bagi mahasiswa meskipun sangat disayangkan jika tidak. Bukan karena apa, hanya saja sungguh klise jika ide yang sangat cemerlang ala mahasiswa hanya diceritakan sebatas dalam grup diskusi. Gagasan mereka hanya akan dikenal oleh orang-orang sekitarnya saja, terhempas saat hitungan waktu berganti. Sementara bila menuliskannya, pemikiran mereka akan abadi sekaligus terkemukakan pada lebih banyak orang. Saya sangat meyakini bahwa kita semua bisa menulis di koran. Mahasiswa memiliki ruang yang sangat luas untuk itu.

Berdasarkan pengalaman saya pribadi, titik permulaan untuk menulis di media massa adalah dengan menentukan determinasi pribadi--karakter khas kita. Pastikan hanya menulis yang benar-benar kita kuasai. Bagi mahasiswa sendiri tak rumit mencari keilmuan yang akan dikaji, jurusan dalam kuliah yang diambil pastilah mengguratkan pehamaman mendalam. Secara umum, isu politik dan ekonomi sepertinya mendominasi perhatian media. Meskipun demikian, bukan berarti kita harus melulu mengikuti arus, tetaplah pada karakter pribadi seraya terus mengasahnya--percayalah pada kualitas pribadi. Apapun ilmunya, kita bisa menembus media massa hanya jika kita menspesialisasikan diri untuk menjadi yang terbaik di bidangnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kita harus menspesialisasi diri sebab hanya dengan mengkhususkan diri itulah kita akan menjadi mahir di bidangnya.

Langkah selanjutnya adalah berkubang dalam komunitas yang mendukung, komunitas yang tepat membuat kita berakselerasi. Komunitas juga membuat kita aware terhadap isu-isu teraktual. Dengan keaktualan tersebut, media akan lebih tertarik. Media memberitakan hal-hal aktual, bukan hal yang basi.

Selanjutnya, biasakan berargumentasi untuk hal kecil sekalipun. Suatu saat anda akan menyadari bahwa setiap orang terlahir dengan sudut pandang yang unik. Anda perlu beropini lebih baik dari orang-orang biasa, karenanya anda harus lebih tahu dari kebanyakan orang. Juga berusahalah memandang apapun dari sudut yang berimbang tanpa komtaminasi ego pribadi.

Lain halnya dengan kalimat penggugah yang menghentak. Setiap tulisan membutuhkan kalimat yang membuat pembaca ingin terus membaca. Kalimat yang menarik di bagian awal akan banyak membantu menciptakan suasana tulisan yang kondusif bagi pembaca.

Tak kalah penting, memperkaya khasanah beropini dengan keranjingan membaca. Tidak dipungkiri bahwa output selalu menyesuaikan dengan input. Untuk bisa menulis yang baik maka kita harus banyak membaca.

Awalnya saya mengalami ketakutan yang luar biasa ketika hendak mengirimkan tulisan saya ke media massa. Namun, saat itu saya berpikir bahwa satu-satunya hal yang bisa saya lakukan hanyalah membuktikan kemampuan saya. Hingga saat ini tulisan saya telah dimuat di berbagai media cetak baik lokal maupun nasional. Setelah sekian lama berjalan, saya sangat mensyukuri satu hal, “ saya yakin bisa menulis dan bisa menaklukan seleksi media cetak”. Karena kenekatan saya, saya berhasil mengalahkan ketakutan yang menghantui kebanyakan penulis pemula.

Sebagai penutup, saya ingin meneriakkan lagu ini dengan lantang. Sebuah lagu yang selalu membakar segenap perasaan, membenturkan saya pada gejolak tak menentu. Mahasiswa boleh saja terbunuh saat turun ke jalan, namun pemikiran mereka akan selalu abadi. Kekalkan pemikiran kita dalam tulisan-tulisan, suatu saat dunia bergembira membacanya. Sejarah tak pernah lupa, mahasiswa merupakan satu-satunya fase yang teramat pantas untuk tercatat dengan tinta emas.

“Aku bisa terbunuh di trotoar jalan, tapi aku tak pernah mati, tak akan berhenti” (Di Udara, Efek Rumah Kaca)
-------------------------

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE