image source: shethepeople.tv |
Terdata-data /ter.da.ta-da.ta/ a 1 ragu-ragu; bimbang;
kebingungan dalam dunia data; 2 tergagap-gagap; tidak lancar
berbicara mengenai data: karena takut 3 tersendat-sendat
mempelajari data (“terbata-bata” dalam KBBI dengan sedikit penyesuaian. Here it is Kamus Besar Bahasa Iim yang sungguh ilegal itu :p)
(Beberapa hari yang lalu,
ketika sudah hampir tertidur, tiba-tiba frasa “terdata-data” melintas di
kepala dan saya harus bangun untuk menuliskannya sebelum melanjutkan tidur.
Zzzzzz. Salah satu hal yang saya syukuri sekaligus tidak dari kecintaan pada
dunia menulis adalah bagaimana ketika ide datang, saya harus segera
menuliskannya. The perk of being in love with writing. Oke
kembali ke laptop, *joke tahun kapaaaan itu, im* saya akan
bercerita makna sesungguhnya dari frasa itu.)
Di awal tahun 2020,
kenyamanan hidup saya terusik ketika saya dipindah ke tim pengembangan data
analytics. Sesungguhnya mbok kalau becanda jangan beneran.
Saya kan seumur hidup nggak pernah belajar soal data terus tiba-tiba harus
masuk tim itu, dengan ekspektasi tidak melalui proses timik-timik,
rambatan, apalagi pakai baby walker *sobs*. Bukannya timnya
tidak berbaik hati tapi siapa sih yang punya kemewahan belajar
dulu baru mengerjakan? Maka saya pun terdata-data, terlunta-lunta,
di pusaran gegap gempita ibukota *insert dramatic drum roll sound*. Hari-hari
awal saya diisi dengan secara konstan merasa nista karena nggak paham dan nggak
paham-paham.
“Penderitaan” belum
berakhir karena kemudian saya mendapat amanah menjadi public relations manager
MoF-DAC (Ministry of Finance – Data Analytics Community). As the cherry
on the cake, saya menjadi host dari Ngotak (Ngobrol Data Keuangan), sebuah siniar untuk mendukung pembentukan data culture di
Kemenkeu. Hidup saya sekarang seolah dikepung perdataan: maju ketemu data,
nengok disambut data, mundur pun dicegat data. Kalau bahasanya Warkop DKI sih: maju
kena mundur kena (a Warkop DKI reference tho’. Hihi.).
Semua itu membuat saya
seringkali diam-diam tertawa ngakak. Sebuah terdata-data yang
sempurna mengingat level saya seumpama baru mengeja alif-ba-ta.
Namun, kenyataan bahwa saya berdamai dengan segala beban bahkan kini mulai
menikmatinya membuat saya senang. Saya mulai tidak takut ketika orang
membicarakan data di depan saya. Saya bahkan berani sesekali melempar pendapat
yang barangkali bodoh atau salah di tengah diskusi mengenai data. Saya tidak
menyangka keterbata-bataan tidak memberhentikan saya dari beropini. Alasan
di baliknya tidak lain sebab orang-orang di sekeliling saya begitu sabar
menunggu saya menyelesaikan kalimat. How lucky I am that people patiently
listen to me even though I stutter *tissue please*
Selain karena didukung oleh
lingkungan yang memperlakukan pemula dengan baik dan mengkondisikan orang-orang
di dalamnya untuk terus belajar, tentu ada hal-hal yang saya lakukan untuk
bisa survive. Demi kaum terdata-data (atau yang
terbata-bata di bidang lainnya), saya akan menuliskan bagaimana saya menghadapi masa yang berat itu. Sebagai orang yang kerap memasuki bidang baru dengan
tangan kosong, inilah langkah-langkah yang saya tempuh agar tetap waras dan
bisa berfungsi sebagaimana mestinya (disclaimer: I don't know if I am qualified to write some tips as I am also still a beginner but let's go on):
👉 Menerima
Saya berusaha untuk bersikap lembut pada diri sendiri dan tidak memperlakukan proses belajar
sebagai sebuah balapan lari. Saya memberikan kesempatan pada diri untuk
belajar lebih lambat dari orang lain. Saya menanamkan pemikiran bahwa progress tidak diukur dari perbandingan saya dengan orang lain tetapi dengan diri saya
di masa sebelumnya. Dengan demikian, saya bisa menikmati prosesnya dan mensyukuri privilege yang saya dapatkan berupa
berada di situasi yang mendorong untuk belajar.
P.S.: If you ever heard a statement that brings you down or felt stuck without progress, hang in there. I am with you. Don't give up yet :)
👉 Mencintai
(I know
it sounds lame but pleaseee, kapan sih iim
nggak garing? hihi). Saya mencari alasan untuk mencintai
sesuatu yang saya kerjakan. Saya menelusuri sisi menyenangkan dari apa yang ada di
hadapan saya. Alasan senorak "kayanya keren juga kalau bisa ngomongin
data" did work on me. hahaha. Receh memang saya.
But turned out, the point isn't really about that. I start something for a fun reason and then find a "serious" one along the way. When I dive deeper, I get the benefit of doing that something and for that "real" reason, I finally have bigger courage and energy to move forward. So, please find a reason to love what you do, even when it sounds so simple.
👉 Membaca
Saya
selalu membuka perjalanan di bidang baru dengan membaca dokumentasi terkait hal
tersebut. Bagaimana posisi bidang ini di rencana strategis organisasi?
Bagaimana roadmap-nya? Bagaimana bunyi panduan pelaksanaannya?
Apabila terdapat kajian terkait hal tersebut, saya juga akan membacanya
terlebih dahulu. Setelah itu, saya akan mulai membaca buku-buku dan referensi
terkait. (Juga berusaha mempelajari better/best practice terkait
hal tersebut di organisasi lain).
👉 Mendengarkan
(dan googling)
Saya juga
mendengarkan orang-orang yang sudah bergelut di bidang itu ketika mereka
berdiskusi. Tentu pada mulanya saya tersendat-sendat memahaminya. Googling adalah
jalan ninjaku. Hehe. Apa itu SQL? Apa hubungan Hadoop dengan "haduh"
yang sering saya ucapkan itu? Makanan apa itu data wrangling?
Kenapa ada ular yang mereka bahas? Apakah mereka juga merangkap sebagai
pawang ular? (Becanda. Hehe. Python adalah salah satu bahasa pemrograman yang
digunakan dalam data analytics).
The struggle is real. I can relate :) |
Saya juga berusaha untuk banyak bertanya dan tidak malu mengajukan pertanyaan paling dasar sekalipun. Kelebihan dari penggunaan metode ini adalah kita mendapatkan intisari pengetahuan dan pengalaman orang tersebut yang mungkin jika kita mencarinya sendiri akan menghabiskan begitu banyak waktu. Tidak sia-sia bukan waktu SD saya belajar peribahasa “malu bertanya sesat di jalan”? Saya sungguh menerapkannya di dunia nyata :p
👉 Bernegosiasi
Ini prinsip yang selalu saya pegang: setiap orang memiliki peran di mana dia bisa memberikan yang terbaik dari dirinya. Jika saya tidak bisa berkontribusi secara maksimal melalui sebuah peran, pasti ada sesuatu yang bisa saya lakukan dengan peran lain untuk mendukung pekerjaan tersebut. Saya tidak ragu untuk mengomunikasikan kesulitan dan kekurangan saya dan menyampaikan input bahwa saya bisa membantu dari sisi yang lain. Saya akan bernegosiasi agar organisasi bisa memanfaatkan kemampuan saya (yang sangat sedikit itu) dengan sebaik-baiknya.
Demikian tips saya saat terdata-data. Semoga membantu. Kalau teman-teman, apa nih tipsnya saat menapaki bidang baru?
Your friend,
iim