-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

17 Dec 2022

Bahasa Ibu

  • December 17, 2022
  • by Nur Imroatun Sholihat


Ada kerinduan menulis dalam bahasa ibu, seperti kehendak menyimak sepasang bola hitam di wajahmu tatkala aku tenggelam dalam kerumunan bola biru dan abu-abu. Terdapat keinginan kembali menyusuri jalanan kota di mana kau berada--walau berdebu, walau kelabu. Aku tersenyum meski menghabiskan waktu mencuri pandang sedang jarak pandangmu ke arahku sesak oleh debu. Aku masih akan menatapmu seolah ikan yang kaujerat dengan bubu lalu kausimpan dalam kumbu. Apakah ini yang Sapardi sebut sebagai “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu”?

Apa kabar, pria yang tersenyum bak sari tebu? Kalender menunjukkan hari Rabu di mana umumnya beban pekerjaan tengah sibuk-sibuknya menyerbu. Kuharap di hari seperti itu, hatimu masih sekokoh terumbu. Semoga di sana langitmu tak mengabu di tengah hentak lari di sekeliling nan menggebu. Kudoakan agar kegaduhan yang beriak dari klakson kendaraan di ibukota tidak mengusik sudut kalbu.

Apakah kau sudi mendengar kabarku, lelaki berpipi merah jambu? Hari-hariku menjemukan seperti masakan di kota ini yang miskin bumbu. Aku kemudian teringat bagaimana pagi harimu kerap diwarnai semangkuk lontong sayur labu. Kadangkala aku iri bagaimana matamu berbinar menceritakan makanan berkuah seharga lima ribu.

Kau pasti luput menyadari bahwa jiwa ini, terpaut benua denganmu, bak air di atas lumbu. Seperti sumbu yang berusaha ditegakkan dalam lampu minyak tetapi ia tetaplah sumbu. Maka aku menulis dengan bahasa ibu agar kerinduan memiliki keberanian berpindah kubu. Barangkali kau tidak sengaja membacanya lalu mengerti perasaan yang kubawa lelap di balik kelambu.

Sedari mula aku tahu bahwa berperang dengan perasaan tentangmu ibarat menghadapi pasukan bersenjata lengkap dengan hanya bermodal sebilah bambu. Hanya saja aku tetap menulis dengan bahasa ibu agar kau menyadari makna tatapan yang tersembunyi di balik debu.

-----------------

image source: adriansart

(Belum lama ini, saya menjuri lomba cipta puisi Hakordia 2022 dan kala menyelami bait-bait indah, saya tersenyum sembari berujar, "bahasa Indonesia sungguh cantik". Maka saya pun rindu menulis dalam bahasa ibu, bahasa yang meski saya mencoba memasuki gelanggang bahasa mana pun, akan tetap menjadi bahasa paling cantik karena kekayaan kosakatanya. Raga saya dapat berada di benua mana pun, jiwa saya dapat mempelajari bahasa mana pun, tetapi bahasa ini akan selalu menjadi yang tercantik. Lalu, saya mempersonifikasikan bahasa ibu itu sebagai seseorang. Kerinduan akan sesuatu yang kita sangat familiar dengannya bukankah selalu terdengar dramatis?)

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE