MENIKAH DAN MENCINTAI
- November 03, 2015
- by Nur Imroatun Sholihat
Di antara sekian
banyak quote di dunia yang menusuk ke hati, ada quote Sudjiwo Tejo yang
berbunyi:
“Menikah itu nasib dan mencintai itu takdir.
Kau bisa berencana menikahi siapa
tetapi tidak bisa kau merencanakan cintamu
untuk siapa.”
Kemarin malam,
saya dan sahabat saya, mbak Rizki Wulandari, membahas mengenai menikah dan
mencintai--dua hal yang dikontradiksikan dalam quote milik sang budayawan. Kontradiksi
ini mungkin sekilas terdengar tidak sahih mengingat kita terlampau biasa mengaitkan
pernikahan dengan cinta. Kita beranggapan pasti rasa cinta yang mendasari setiap pernikahan dan setiap pernikahan adalah peresmian atas cinta. Akhir-akhir ini saya berpikiran bahwa selalu terbuka kemungkinan orang yang kita
cintai dan orang yang kita nikahi adalah orang berbeda--seperti ungkapan milik Mbah Sudjiwo Tejo di atas. Pernikahan melibatkan
logika, cinta melibatkan hati. Sejak kapan kita bisa membantah bahwa batin dan
pikiran tidak melulu berjalan bergandengan tangan?
Perkara menikah
lebih dari sekadar urusan rasa. Kita bisa menikahi seseorang dengan beragam
alasan dan pertimbangan. Misal, kita menikahi seseorang karena dia menjamin masa depan kita, dia orang yang
membuat orang tua kita jatuh hati, dia orang yang paling mungkin menemani kita
mewujudkan mimpi-mimpi kita, atau dia orang yang sangat baik kepada kita dan
kita tidak tega mengabaikannya. Bagaimana jika kita dan orang yang kita cintai
ternyata tidak bisa hidup bersama sehingga pilihan yang diambil tidak lagi
mempersoalkan rasa? Lagipula kita selalu bisa berencana untuk menikahi siapa
saja dan berpikir bahwa seiring bergulirnya waktu kita pasti akan mencintainya.
Sebaliknya, kita
tidak mengenal kalkulasi apapun tatkala berkawan dengan rasa sayang. Mencintai datang
tanpa alasan atau pun pertimbangan. Manusia tidak mengendalikan satu organ dalam
tubuhnya yang mengatur perasaan. Mungkin klise tetapi kita memang tidak perlu alasan
apa-apa untuk jatuh hati pada seseorang. Kita bahkan tidak tahu mengapa perasaan
kita terlampau bahagia hanya dengan melihat seseorang. Kita mau melakukan
hal-hal di luar batas logika sebab cinta. Kita tak peduli apakah perasaan
kita bertepuk sebelah tangan atau bahkan sekadar menjadi rahasia. Kita
tidak bisa menerka, merencanakan, dan menolak kehadiran rasa cinta.
Benar banyak
orang yang menikah dengan orang yang dicintainya. Ada banyak orang yang
memperjuangkan cinta agar mampu menikahinya. Namun, berapa banyak juga orang yang
memilih untuk berdamai dengan kenyataan bahwa cinta bisa datang karena
terbiasa? Berapa banyak orang yang diam-diam memutuskan untuk selingkuh sebab
logika mereka tidak sependapat dengan hati? Berapa banyak orang yang merasa
bahwa orang terbaik untuk menemani hidupnya bukan orang yang merebut hatinya?
Kita punya dua
pilihan yang menurut saya keduanya baik: menikahi orang yang kita cintai atau
mencintai orang yang kita nikahi. Tak masalah mana yang hadir lebih dulu, cinta
atau pernikahan. Terpenting setelah kita menikah, hati dan pikiran kita tertuju
pada nama yang sama. Sungguh manis bukan terus jatuh cinta pada orang yang kita nikahi?
Obrolan kami diakhiri
dengan doa semoga orang yang kami nikahi dan orang yang kami cintai adalah
orang yang satu. Kita tidak bisa merencanakan cinta kita untuk siapa tetapi kita bisa berdoa agar dia adalah orang yang menikah dengan kita nantinya. Dengan atau tanpa alasan, semoga tetap dia yang kita inginkan.
Mari berdoa bersama untuk hal tersebut. Maha suci Allah yang menciptakan rasa
cinta. Maha suci Allah yang mengikat insan manusia dalam talian pernikahan. Semoga
Allah menakdirkan hati dan pikiran kita untuk hanya satu orang. Aamiin.
------
(Another random note of mine. Awalnya saya menulis ide ini dalam bentuk cerpen tetapi terhenti di
tengah jalan. Entah mengapa sulit menyampaikan gagasan tentang dua hal ini
dalam format fiksi. Hehe)
image source: pinterest.com
0 Comments:
Post a Comment