-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

9 Apr 2017

TEN YEARS AGO

  • April 09, 2017
  • by Nur Imroatun Sholihat
Back then, I was a girl dreaming to be a writer. Now, I’m still a girl dreaming to be a writer. Nothing really change on me: writing will always be my heart and soul.

Saya sedang bersama dengan Upi ketika dia dengan iseng melakukan pencarian nama saya di google. Upi menunjukkan sesuatu yang mengingatkan bahwa sudah demikian lama saya menyimpan kecintaan pada menulis. Di laman pertama pencarian, sebuah buku berjudul “13 Cara Nyata Mengubah Takdir” karya Jamal Ma’mur Asmani muncul. Di buku tersebut nama saya tercantum di daftar pustakanya. Sepuluh tahun berlalu dan dalam urusan menulis, saya tetaplah sama













Ingatan saya melesat cepat ke satu dasawarsa yang lalu. Masih teringat rasanya ketika membaca deretan huruf nama saya di Majalah Gemari Edisi 82, November 2007. Saya masih ingat kegembiraan saya ketika tulisan itu dikutip di sebuah buku. Saya masih mengingat ketika saya menerima wesel imbalan menulis di majalah tersebut. Saya mengabadikan uang tersebut menjadi cincin yang sampai sekarang masih saya pakai. Motivasi saya kala itu: “Semoga cincin ini terus menjadi reminder saya untuk menulis”. Sudah hampir sepuluh tahun cincin ini melingkar di jari saya. Now to think about it, it feels like I married my hobby. Hahaha. My silly joke. In a serious note, it becomes such a strong reminder. Hihihi.
the ring I treasure forever :)
Sejak SMP, hubungan saya dan menulis menjadi kian erat dari hari ke hari. Ada banyak kenangan yang menjadikan kegiatan ini disesaki makna. Saya ingat saya kehujanan saat berlarian ke kantor pos untuk mengirim tulisan. Saya ingat masa ketika Bu Partinem, pembimbing karya ilmiah saya di SMA, terus-menerus berceramah tentang kesalahan EYD di tulisan saya (because of it, I have keen eyes on EYD like a freak now). Saya masih terngiang setiap presentasi tulisan yang saya lakukan dengan degup kencang memenuhi dada. Masih terekam jelas memori Bapak tertawa mendengar kegirangan saya bercerita honor menulis yang saya terima dari sebuah majalah adalah Rp25.000 (oh such a precious memory). Masih membekas setiap kritik, saran, dan pembelajaran yang dituturkan pembimbing-pembimbing saya. Saya mengingat semuanya—karenanya saya tak menyerah sekalipun kesulitan apapun menghadang kegemaran saya ini. Kekecewaan telah menjadi rasa yang kerap saya jumpai ketika tulisan saya tidak dimuat. Air mata telah menjadi kawan dari setiap kekalahan yang saya terima. Semua itu hanya membuat saya semakin cinta.

Suatu hari, atasan saya pernah bertanya “Apa hukuman yang bisa memotivasi kamu untuk lulus sertifikasi CCNA?”

“Tidak menulis, Pak. Tidak menulis adalah hal yang saya benci.” Saya tersenyum pada wajah kaget Beliau mendengar jawaban ini. Tapi sungguh, saya takut dipisahkan dari menulis. Saya merasa terhukum jika saya harus berhenti menulis.

Ah, I must be crazy to give my heart this much to writing. But I can’t help falling in love with you writing *singing. Menulis adalah hal yang membuat saya jatuh hati. Kamu? :)


0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE