-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

13 May 2020

DI BALIK LAYAR SURAT DARI IBU

  • May 13, 2020
  • by Nur Imroatun Sholihat
source: instagram.com/thewidodo

Ramadhan kali ini jelas berbeda. Tidak ada lagi sudut pikiran yang berjingkatan merencanakan kepulangan ke kampung halaman di penghujungnya. Tidak lagi sama persuaan penuh kasih dengan sanak saudara dan handai taulan di tanggal 1 bulan selanjutnya. Bahwa tidak mengunjungi rumah, berdiam di perantauan, dan menahan sesak yang membanjiri dada adalah bentuk cinta setulus-tulusnya saat ini.  Itjen Kemenkeu ingin menepuk-nepuk bahu semua orang yang sedang mengarungi masa sulit itu dengan persembahan puisi berjudul “Surat dari Ibu” ini. Kami tahu air mata yang menggantung di sudut mata. Kami memahami kerinduan yang belum dapat terjawab dengan perjumpaan. Kami ikut merasakan masa di mana beban menjadi begitu sarat ditanggung batin.


Maka saat ini, mari tidak berselisih tentang perwujudan rindu. Bahwa dua hati yang untuk sementara tidak bertemu barangkali lebih syahdu. Untuk melipur lara, terimalah persembahan kami ini: puisi "Surat dari Ibu" (instagram)

 

Sedikit cerita di balik pembuatan video ini, di malam hari, 2 hari menjelang video itu diunggah, saya mendapat pesan untuk merekam suara saya membacakan sebuah puisi. Saya menatap sajak yang panjang itu, berusaha mereka-reka bagaimana saya akan membacakannya tanpa terdengar membosankan. Tantangan mendeklamasikan puisi panjang dengan emosi yang bisa dibilang seragam sepanjang bait-baitnya adalah membuat orang masih mau mendengarkan sampai akhir. Maka saya pun memejamkan mata, membayangkan bagaimana perasaan para ibu yang saya kenal (termasuk ibu saya) mengetahui anaknya terjebak di zona merah dengan hati yang gelisah tetapi terlarang untuk pulang. Saya membayangkan betapa remuknya batin seorang ibu ketika dia mengetahui anaknya bersusah lara tetapi dia tidak bisa melakukan apa-apa (let’s admit it, mom hates it when she can’t do anything for our sake T.T). Saya pun kemudian memadamkan lampu kamar kosan saya lalu membacakannya. Saya tidak memaksa diri saya menangis. Air mata membanjir begitu saya seolah seluruh kekuatan saya luruh. Hati saya berserakan mengetahui bahwa barangkali semua orang tua sedang merasakan apa yang saya bacakan. Pikiran saya pecah berkeping-keping menyadari jarak menjadi tidak tertempuh bagi begitu banyak orang saat ini. Saya ingin melalui puisi saya bisa menghibur hati mereka—bahwa mereka tidak sendiri.

Terima kasih sebesar-besarnya untuk Pak Hisyam yang selalu mengizinkan saya membacakan puisinya yang seperti debur ombak yang tenang tetapi mengoyak batin. Juga terima kasih untuk Mas Ludovikus Agwin yang telah mempercayai saya untuk menjadi pembaca puisi ini. Ichsan #teamnobetrayal yang sudah mengedit video ini dan Mas Aris yang sudah meminjamkan fotonya, terima kasih sudah menjadi bagian dari kolaborasi ini. Terima kasih juga untuk semua yang sudah mendengarkan dan menuturkan betapa banyak air mata yang mengalir karena puisi ini. (Saya tidak pernah menyangka akan ada begitu banyak orang yang menghubungi saya karena pembacaan puisi ini). Virtual hugs to everyone :)

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE