MENGABAIKAN PUTARAN
- August 31, 2014
- by Nur Imroatun Sholihat
"If you want to run fast, run alone; if you want to run far, run together." (African proverb)
Today’s target: Run 17 kilos
Sama seperti tahun lalu, saya dan
Ana mendaftar Independence Run. Bedanya, kali ini kami berkaus merah (means we chose to run 17k instead of 8k). Sebelum memutuskan
melaksanakan lari pagi ini, malam harinya Ana berkata bahwa sepertinya dia tidak jadi ikut lari.
Saya menjawab jika dia tidak ikut, maka saya juga tidak akan ikut. Lari 17 kilo akan terasa sangat berat jika saya berlari sendiri *banyak alasan hihihi. Namun,
pagi ini Ana yang berubah pikiran mengetuk pintu kamar saya. Kami berangkat ke
titik start Independence Run saat langit belum benar-benar terang dan jiwa
masih setengah sadar. Saya berujar pada Ana bahwa saya akan menyelesaikan lari hari ini dengan do or die attitude: saya harus finish.
“Aku nanti muter di 8 kilo ya”
Ana yang sepertinya sudah kehabisan napas berkata kepada saya.
Mungkin Ana lelah, batin saya
*tsaaaaah. Saya kemudian mempertanyakan keyakinannya untuk tidak melanjutkan
perjalanan.
“Yakin mau muter di 8 kilo?” Saya
berusaha menggoyahkan pendiriannya. Hahahahaha
Tanpa diduga, Ana mengabaikan putaran 8 kilo. ANA MENGHIRAUKAN PUTARAN 8 KILO! Saya sungguh terkejut
melihatnya. Saya sudah bersiap-siap jika saya harus melanjutkan lari sendiri
tetapi Ana tetap bersama saya. Tahun lalu, kami ikut lari 8 kilo tetapi tahun
ini kami menantang diri untuk lari 17 kilo. Alasan sederhananya adalah
supaya kami pernah merasakan lari yang sedemikian jauh. Niat kuat
dan memperbanyak olahraga sebelum hari H sudah kami lakukan tetapi ternyata 17
kilo bukanlah jarak yang pendek. Sepertinya saya tidak akan pernah mau mengulangi
lari sejauh ini lagi. Haha. Kaki sudah mati rasa dan kami harus
melanjutkan lari. Saya harus finish, itu komitmen saya. Maka dengan sisa-sisa
kekuatan yang ada saya menghabiskan rute yang harus dilewati dan akhirnya
finish. Segera setelah tiba di garis finish, saya merasakan perih di kaki yang sedari tadi saya tahan. Saya
menghabiskan 2 jam 48 menit untuk sampai garis penghabisan. Ana sampai di finish 8 menit lebih cepat dari saya. Orang yang tadinya
hendak berpasrah pada angka 8 menyelesaikan angka 17 lebih dulu dari saya yang
sedari awal berjanji untuk finish. She showed me her determination. She must be kidding to say she would gave up on 8 kilos.
Satu hal yang saya sesalkan dari
hari ini adalah betapa sedikitnya medali yang tersedia untuk cabang 17 kilo.
Dengan jumlah peserta yang mencapai 5.000, hanya tersedia 1.000 medali. Sementara
ada 10.000 medali untuk cabang 8 kilo. Bagaimana saya tak patah hati melihat mereka-mereka
yang bermedali. I hate to say that I’m this kind of person. I couldn’t help
crying. Meskipun medali bukan tujuan utama tetapi kenyataan tadi benar-benar
menyakiti hati saya. Hahaha, I’m such a childish girl. I feel so sorry to Ana.
She even had to comfort me.
“Kita kan bisa finish 17 kilo.
Itu udah hebat lho. Masih ada tahun depan. Ayo tahun depan kita dapet medali.”
Ana menghibur saya.
Saya dan Ana masih menyimpan
ambisi untuk mendapat medali. Semoga tahun depan kami mendapat kesempatan untuk
berlari lagi di Independence Run. Kami akan melakukan yang terbaik agar medali
terkalung di leher kami.
Terima kasih untuk Ana yang hari
ini menunjukkan kepada saya bahwa never give up attitude only leads you to success.
Dia yang di malam sebelumnya masih sakit tetapi memutuskan untuk tetap lari di
pagi harinya, dia yang memilih untuk menghiraukan putaran, dia yang memberi saya
semangat dengan mengatakan masih ada kesempatan di tahun depan: she looked
cool today.
--------------
(Tulisan ini didedikasikan untuk teman lari saya pagi ini, Nur Novita Milhanah)
woowww... jempol jempol..jempol,,,,
ReplyDeleteHihihihi. Semoga tahun depan kami dapet medali ya :)
Delete