Aku masih saja mengingat detail fragmen waktu ketika aku tak sengaja merapatkan
tatapan ke arahmu. Aroma debu yang kering seperti terguyur hujan lebat lima jam
lamanya. Suara sungai yang bergemuruh sesaat mengheningkan diri. Kau menawarkan
hati yang manis kepadaku. Karena ucapanmu itu, batas yang semula ada raib begitu saja.
Saat kita berada dalam jarak sedepa tiba-tiba ingin sekali aku memastikan satu hal. Apakah mata kita berkedip di millisecond yang sama? Aku tak habis pikir mengapa seseorang yang berkedip dalam tempomu begitu menarik. Ada sesuatu dalam pergerakan bola matamu yang membuatku tak ragu menamai perasaanku. Sepanjang waktu, senyummu yang sejuk seperti tengah menggantung di dahan pepohonan. Dan pergerakan kelopak matamu mengkuatkan gravitasi bumi.
Saat kita berada dalam jarak sedepa tiba-tiba ingin sekali aku memastikan satu hal. Apakah mata kita berkedip di millisecond yang sama? Aku tak habis pikir mengapa seseorang yang berkedip dalam tempomu begitu menarik. Ada sesuatu dalam pergerakan bola matamu yang membuatku tak ragu menamai perasaanku. Sepanjang waktu, senyummu yang sejuk seperti tengah menggantung di dahan pepohonan. Dan pergerakan kelopak matamu mengkuatkan gravitasi bumi.
Tak heran sejak hari kau memutuskan pergi ke laut, aku merasa bumi tidak menarik
telapak kakiku. Seseorang yang paling melindungi
mimpi-mimpiku tengah menyelami
samudera citanya. Karena
jarak, aku tidak sendirian tetapi kesepian. Aku berada
dalam kerumunan tetapi masih mencari-cari
seseorang.