It’s been a while, hello my blog…
Rasanya sudah lama saya nggak nulis di sini. Daripada nggak ada tulisan sama sekali, saya akan update random melalui tulisan ini. Ngapain aja sih saya akhir-akhir ini sampe nggak nengok blog, huhu. Mungkin blog ini lama-lama nggak mengakui saya jadi pemiliknya lagi kalau sering saya tinggal *ugly crying.
Jadi ceritanya saya lagi riweuh daftar kuliah. Syaratnya nilai TPA minimal 500 dan TOEFL di atas 450 (sengaja banget di-bold angkanya *run). Saya cerita ya pengalaman saya tes TPA dan TOEFL. Pertama, tes TPA Bappenas. Saya nggak tahu kenapa tes TPA itu seolah ditujukan buat cowok. Dua dari tiga jenis tesnya adalah tes numerik dan tes penalaran. Well guys, kenapa sih nggak ada tes kepekaan perasaan, pasti cewek yang menang *digebuk penemu tes TPA. Saya mau berbagi trik menghadapi tes TPA tapi nilai saya mengingatkan saya bahwa saya nggak pantas melakukannya, haha. Yang jelas kita harus pinter-pinter milih soal yang gampang, soal yang susah ditinggal aja. Kita boleh susah move on di kehidupan nyata tapi wajib selalu move on kalau ketemu soal yang susah. Saran aja sih, perluas pengetahuan kosakata dengan rajin membaca. Setidaknya itu udah menyelamatkan tes verbal. Buat tes numerik, saya cuma bisa bilang “seharusnya saya menginvestasikan sebagian uang saya untuk otak.”. Jangan ragu untuk beli buku-buku pengasah otak meskipun lagi nggak pengen ikut tes apapun. Misal, beli buku latihan TPA lalu kerjain pelan-pelan selesainya setengah tahun juga nggak apa-apa. Kalau udah selesai, beli buku lain dan kerjakan lagi. Mungkin terdengar agak lebay tapi otak yang nggak diasah akan menurun kemampuannya. Terakhir untuk tes penalaran, nggak ada tips khusus selain belajar dari buku TPA. Mungkin tips terbaik yang bisa saya bagi adalah berlatih menjadi orang yang logis setiap menghadapi masalah *sotoy.
Rasanya sudah lama saya nggak nulis di sini. Daripada nggak ada tulisan sama sekali, saya akan update random melalui tulisan ini. Ngapain aja sih saya akhir-akhir ini sampe nggak nengok blog, huhu. Mungkin blog ini lama-lama nggak mengakui saya jadi pemiliknya lagi kalau sering saya tinggal *ugly crying.
Jadi ceritanya saya lagi riweuh daftar kuliah. Syaratnya nilai TPA minimal 500 dan TOEFL di atas 450 (sengaja banget di-bold angkanya *run). Saya cerita ya pengalaman saya tes TPA dan TOEFL. Pertama, tes TPA Bappenas. Saya nggak tahu kenapa tes TPA itu seolah ditujukan buat cowok. Dua dari tiga jenis tesnya adalah tes numerik dan tes penalaran. Well guys, kenapa sih nggak ada tes kepekaan perasaan, pasti cewek yang menang *digebuk penemu tes TPA. Saya mau berbagi trik menghadapi tes TPA tapi nilai saya mengingatkan saya bahwa saya nggak pantas melakukannya, haha. Yang jelas kita harus pinter-pinter milih soal yang gampang, soal yang susah ditinggal aja. Kita boleh susah move on di kehidupan nyata tapi wajib selalu move on kalau ketemu soal yang susah. Saran aja sih, perluas pengetahuan kosakata dengan rajin membaca. Setidaknya itu udah menyelamatkan tes verbal. Buat tes numerik, saya cuma bisa bilang “seharusnya saya menginvestasikan sebagian uang saya untuk otak.”. Jangan ragu untuk beli buku-buku pengasah otak meskipun lagi nggak pengen ikut tes apapun. Misal, beli buku latihan TPA lalu kerjain pelan-pelan selesainya setengah tahun juga nggak apa-apa. Kalau udah selesai, beli buku lain dan kerjakan lagi. Mungkin terdengar agak lebay tapi otak yang nggak diasah akan menurun kemampuannya. Terakhir untuk tes penalaran, nggak ada tips khusus selain belajar dari buku TPA. Mungkin tips terbaik yang bisa saya bagi adalah berlatih menjadi orang yang logis setiap menghadapi masalah *sotoy.
Aku mendengar
nada sambungmu yang seolah ditujukan untukku. Iramanya meledek kerinduanku
untuk tergesa-gesa berputus asa. Aku berteriak memanggil meskipun aku sadar itu bodoh—mustahil kau
mendengarnya. Panggilan dariku seperti bocah kecil yang menarik-narik lengan bajumu--kekanak-kanakan. Suaramu tak pernah membalas di seberang
sana. Kau pasti mendengar dering
yang kau khususkan untukku berdarah-darah di kamarmu. Mungkin tawamu sedang mengubur bunyi nada dering
yang meraung-raung memanggil. Apakah kau sudah tak lagi
membiarkan satu nada hanya untuk menandakan bahwa aku yang menghubungi? Kenyataannya, bahkan tak aneh rasanya jika
kau sudah membuang nomor teleponku. Kau tak jua menolak panggilanku agar aku berhenti menunggu; kau sedang membiarkanku terlihat semakin bodoh?
Ring ring ring ring..
Aku mendengar
nada sambungmu yang seolah ditujukan untukku. Iramanya membuatku teringat rona
wajahmu saat mendendangkan lagu favoritmu itu. Segera, suaramu mengalun riang di seberang sana. Aku
terdengar begitu tenang menyapamu padahal jantung terbirit-birit memompa
darah. Kau tak akan pernah tahu bagaimana perasaanku mendapati suaramu. Telah
dua tahun lamanya kita menambatkan batin pada kota yang berlainan. Hari demi hari berlalu menguatkan kemampuan suara memboyong perwujudanmu ke hadapanku. Aku telah
sampai pada masa di mana suaramu saja menyulap hariku menjadi berpelangi.
Kau pernah berkata, “Periang
hanyalah seseorang yang kesepian.” Kau dan aku berselisih tentang keaslian
gegap gempita yang menggema dari para pemandu sorak. Kau mencatat senyum tulus
para pendiam dan menuturkan padaku tawa kosong para penggembira. Aku
menggeleng keras sembari kembali tersedak gelak tawa.
Today is batik
day. We celebrate batik as one of our very own national asset :-)
Kita
memperingati 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Batik adalah kekayaan Indonesia
yang sudah diakui UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia. Dengan ditetapkannya sebuah tanggal untuk
memperingati kecintaan kita pada batik, sepertinya rasa bangga terhadap pakaian
satu ini bertambah. Batik telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari
Indonesia. Jika mula-mula batik identik dengan orang-orang tua, kini batik
merambah segala kalangan dan generasi. Saya bersyukur sekali dengan
perkembangan batik yang pesat hingga muncul batik yang unyu dikenakan oleh
segala usia termasuk anak-anak muda. *bergaya pengamat fashion *kabuuur.