Sekitar sebulan
yang lalu, dompet saya hilang. Setelah saya ingat-ingat lagi, dompet itu
sepertinya jatuh dari tas saya. Awalnya saya bersikap tenang sebab dompet teman
saya yang hilang beberapa bulan yang lalu dikembalikan. Maka saya berpikiran
positif bahwa dompet saya akan bernasib sama. Setelah empat hari berlalu,
kesadaran saya kembali. Saya mulai merasa sedih dan nelangsa. Semua kartu-kartu
penting saya ada di sana. Saya mulai mempertanyakan kenapa orang yang menemukan
dompet itu tidak menghubungi saya. Padahal saya dapat dengan mudah dihubungi
sebab ada kartu nama saya di sana. Pokoknya saya pengen banget mengeluh. Namun, rasanya
mengeluh pun tak ada gunanya. Jadi saya menata hati saya untuk melihat kembali
kejadian tersebut dengan sudut pandang yang lebih baik. Saya pun mencoba untuk bersyukur.
Hello there.
Seperti yang saya ceritakan di tulisan Solo Trip to Jakarta, saya dan 2 sahabat
saya sedang menggarap side blog bernama casualtwenties.com. Semuanya berawal dari cerita Mbak Momon tentang perasaannya ketika menjenguk bayi temannya. Kami kemudian bercerita tentang bagaimana kami masing-masing menghadapi hidup di masa yang seolah penuh tenggat waktu ini. Setelah melalui
pembahasan yang cukup ngalor ngidul akibat kami kebanyakan maunya, blog ini
disepakati untuk fokus pada bagaimana perempuan di usia 20-an a.k.a
twenty-something menghadapi pernak-pernik kehidupannya dengan kasual. Karena
tema besarnya adalah how to deal with twenty-something life casually, galau
dan baper adalah hal yang harus kami hindari. Blog ini jadi semacam kontemplasi
gimana kami melewati usia yang penuh dengan pertanyaan ini tanpa kehilangan
kebahagiaan dan rasa syukur.
PART #6: THE DAY WE FOUND OUR LITTLE WORLD
“Ingat hari pertama kita bertemu?” Arda tidak melanjutkan kalimatnya sebelum aku mengangguk. Dia
mengganti topik begitu saja padahal kami belum selesai membahas komentar
teman-teman kami mengenai kebersamaan kami di tengah perseteruan fakultas teknik
dan ekonomi. “I had a phone call and I kept smiling not because it was Deara on
the conversation, but because a simple joke from a girl I just met.”
Saya ke Jakarta
lagi. Hehehe. Kali ini karena ditawari atasan saya di kantor, Pak Yogi
Ishwara, menggantikan beliau mengajar mata kuliah komputer audit di STAN.
How to say no anyway? Saya suka mengajar dan kesempatan kaya gini nggak bakal datang berulang-ulang dalam hidup. Jadi tanpa mikir berkali-kali saya langsung
bilang iya.
#PART 5: UMBRELLA FOR MY HEART
Hari ini aku
berniat mampir ke tempat Arda bekerja. Gerimis turun perlahan ketika aku
berjalan menuju gedung tempatnya melewati waktu bersama mesin-mesin. Aku
melupakan payungku di meja kerja bersama tulisan-tulisan yang akan naik cetak
lusa. Aku melangkah tergesa-gesa sebab khawatir gerimis akan menjelma menjadi lebih
deras. Di separuh perjalanan, aku menghentikan langkahku seketika. Aku melihat cara melangkah riang di
bawah hujan khas seseorang. Awalnya aku punya perasaan khusus terhadap hujan
sebab dia.
Last
weekend I had my time at Jakarta. I visited my close friends and the places I'm fond towards. I wanted to share the highlights of my enjoyable trip :)
1. The Beautiful
Sea
Saya
berangkat dari Lampung menggunakan Damri. Biasanya saya melakukan perjalanan jalur darat pada malam hari tetapi kali ini saya ingin mencobanya siang hari. Bonusnya saya bisa melihat
selat sunda yang
indah dari atas kapal. Kapal yang
demikian besar ini mengapung di atas lautan luas. Saya membayangkan kedalaman laut
ini dan milyaran
makhluk hidup yang menetap di sana. Subhanallah. Maha besar Allah dengan segala
ciptaan-Nya.