Tak ingin kuingkari batin yang bersemarak melihat mata bulan sabitnya saat tersenyum.
Lengkung matanya binar seakan tak satu pun mengganggu tawanya setiap hari.
Bahkan jari-jarinya, punggungnya, bayangannya: semua menarik. Rambut, bahu,
tangan, hingga telapak kakinya memesona. Setiap detailnya tiada tara, tiada dua. Dalam dirinya, senyum yang seharusnya sunyi
menjadi bernada. Tawanya yang berirama membuat sekeliling menjadi hening seketika.
Di saat aku mencari jeda untuk tidak tersipu saat senyum malu-malu miliknya
mengembang, dia seperti tak tertarik berbicara mengenai hati. Dia menawarkan
cintanya untuk pengabdian batin. Dia mengulurkan tangannya untuk merajut mimpi
bersama makhluk-makhluk mungil nan lucu. Dia merelakan raganya untuk kegiatan
sosial. Dia. Bagaimana aku harus menjemput hatinya yang
putih itu?
Benar kuakui karismanya membuat siapa pun mencuri pandang. Saat dia melintas, seolah dia menjinjing cahaya yang bependaran. Tutur kata yang renyah menggelegar di ruang sempit hati. Bagaimana pun aku ingin menemui hati yang tulus itu.