Mula-mula aku berjalan
menggandeng mimpi. Saking asyiknya bercerita, aku lupa mengulurinya kesempatan berbicara. Dia mengeratkan jemarinya sehingga tanganku sesak seolah tak
ada lagi udara di antara jari kami. Aku menerka-nerka mengapa dia
memperlakukanku demikian kasar. Diam-diam aku meliriknya. Dia menatapku tajam
kemudian sorot matanya menyuruh penglihatanku beralih memperhatikan jalanan di depan.
Di telinga kita, saban orang menjinjing musik masing-masing dan
melintas. Ada lagu berirama mayor, ada juga
minor. Terdapat bunyi yang gaduh, terdapat pula yang sayup-sayup. Dan di antara
semua kidung itu, terselip suara yang paling mudah kita kenali. Bagiku, suara
akustik yang berdenting renyah itu lugas terurai di tengah semua
harmoni.
D
Nur Imroatun Sholihat
August 03, 2014
Kita tidak pernah benar-benar
mengerti biru sebelum jiwa terlunturi warnanya. Malam dingin disesaki gemuruh
gurauan nan dengan sinisnya asyik sendiri. Segenap suara berhamoni untuk
meledek kita yang tengah dirundung kesepian. Malam itu tidak dingin, kulit kita
yang terlucuti selimutnya. Malam tidaklah sunyi kecuali kita tertidur dan
tersesat dalam mimpi kesendirian yang mendera. Pasti ada yang keliru dengan
hati yang meneriakkan sunyi sementara kegaduhan meraung-raung.
BLUE
Nur Imroatun Sholihat
July 17, 2014