-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

About me

Hello

I'mNur Imroatun Sholihat

IT Auditor and Storyteller

So I heard you are curious about IT and/or auditing. I'm your go-to buddy in this exciting journey. My typical professional life consists of performing (and studying!) IT audit and managing the award-winning magazine, Auditoria. Armed with a Master of Commerce in Digital Transformation from UNSW Sydney, I'm currently wearing multiple hats—ambassador at IIA Indonesia's Young Leader Community, mentor at ISACA Global, Head of Public Relations at MoF-Cybersecurity Community, and trainer at IIA Indonesia. You'll also find me sharing insights on my YouTube channel, speaking at seminars, and crafting content on LinkedIn. Let's connect and dive into the world of IT and auditing together!

Blog

Showing posts with label fiksi. Show all posts
Showing posts with label fiksi. Show all posts

KAWI

PART 10: BAHKAN JIKA AKU HARUS MENGABARI SEISI DUNIA, AKU TAK AKAN MENGABARIMU
source: tumblr.com
(Ardhan’s POV)

“Tadi kita sudah sedikit bahas soal buku ‘Perempuan’ karya Mas Ardhana. Nah kalau buku yang ini viral banget ya. Siapa coba yang belum denger soal buku ini,” sang moderator memamerkan buku karya Raya di genggamannya. “Kita tanya langsung ke penulisnya ya. Dari judulnya saja sangat menarik ya Mbak Raya: Bahkan Jika Aku Harus Mengabari Seisi Dunia, Aku Tak Akan Mengabarimu. Boleh diceritakan nggak maksudnya apa?”

KAWI

PART 9: SALAH SATU PEKERJAAN TERSULIT DI DUNIA ADALAH MEMAHAMI PEREMPUAN
source: tumblr.com

(Ardhana’s POV)
Suara langkah seseorang mendekat ruang tunggu menghentikan gerakan tanganku yang tengah mengetik. Aku tidak bisa tidak mengenali cara seseorang berjalan terlebih karena di masa lalu aku sering bersamanya termasuk menunggu langkah kaki itu mendekat yang mau tak mau membuatku menghafalnya. Berkecimpung di dunia yang sama membuat pertemuan menjadi tidak terelakkan. Perempuan itu kini mengambil kursi di seberangku. Jika di pertemuan lalu, aku yang meminta panitia untuk meninggalkan kami sejenak, kali ini dia yang memintanya. Pasti ada sesuatu yang penting untuk disampaikan sampai perempuan ini merasa perlu memulai percakapan denganku terlebih dahulu.

KAWI

PART 8: TERIMA KASIH
source: tumblr.com
(2018)
(Raya’s POV)

Aku sedang hendak menutup pintu apartemen Ardhana seusai kami bertengkar ketika gerakan cepat tangannya tiba-tiba menahan pintu itu.

“Sebelum besok aku ke stasiun, aku mau tanya sesuatu, Ya. Siapa yang lebih pengen kamu pertahanin, aku atau Kang Raka? Karena mungkin kamu akan benar-benar kehilangan salah satunya besok.” Ardhana yang selalu berbicara dengan percaya diri kini terdengar sama sekali tidak percaya diri. Senyum patahnya mengiris batinku hingga jatuh berkeping-keping. “Aku udah tahu jawabannya tapi tolong ucapin lagi supaya langkahku lebih ringan,” dia tersenyum satire.

KAWI

PART 7:  DO YOU KNOW WHAT’S SO UNFAIR ABOUT THIS?
source: tumblr.com
(Ardhan’s POV)

“Adan,” suara seseorang yang sangat kukenal mengetuk pintu apartemen yang kusewa. Jantungku berdenyut cepat tidak hanya karena tidak meyakini akan kembali mendengar suaranya memanggil namaku tetapi juga sebab aku tidak siap untuk menemuinya tanpa berkeinginan berterus terang.



Break kita udah selesai, Ya?” aku berusaha terdengar setenang mungkin meski darahku berloncatan melihatnya lagi setelah sekian lama merasa seperti orang yang paling dia hindari.

KAWI

PART 6: LAWAN YANG SEPADAN
source: tumblr.com
(Raya’s POV)

Qué horas son, mi corazón? Ini jam 1 dini hari dan mengapa aku belum bisa tertidur? Ada apa dengan pertemuan dengannya hari ini? Mengapa perjumpaan yang seharusnya meringankan beban justru membuat hatiku makin remuk? Aku meraih ponsel dan menulis kalimat itu di instagram story-ku. Aku hendak memadamkan ponsel ketika mendapati notifikasi instagram story seseorang yang kutemui hari ini. Kami mengunggah kalimat yang sama.

Qué horas son, mi corazón?

Dia mengunggah foto langit berhias secuil bulan dengan kalimat tersebut dalam waktu yang hampir bersamaan denganku. Mustahil rasanya Ardhan mencontekku. Aku meletakkan ponselku kemudian mencoba memejamkan mata. Aku tidak tahu apakah keputusanku hari ini untuk mem-follow instagram Ardhan adalah sesuatu yang tepat. Tetapi kenyataan bahwa dia masih mengingat kalimat yang aku perkenalkan 4 tahun lalu mengusik pikiranku kini. Tidurlah, Raya. Tidur.

KAWI

PART 5: Qué Horas son, Mi Corazón?
 
(2012)
(Raya’s POV)

Qué horas son, mi corazón” aku berdendang lirih bersama jari yang mengetuk lirih meja.

“’Corazon’, ‘corazon’ apaan sih, Ya?” Aku tak menyadari Ardhana sudah duduk di sampingku dan melepas earphone kananku lalu memasangkannya ke telinga kirinya.

“’Qué horas son, mi corazón’ bahasa Spanyol yang berarti ‘jam berapa ini, hatiku’. "Mi corazón' bisa juga diartikan 'kekasihku'. Bagus ya, Dan,bunyinya ritmis ‘son’, ‘corazón’."

“Kamu serius ya belajarnya sampe pagi-pagi pun dengerin lagu spanyol. Kirain cuma keinginan impulsif yang besoknya dilupain,” Ardhan tertawa dengan earphone yang masih bergelayut di telinganya.

KAWI

PART 4: Bahkan Jika Aku Harus Merahasiakannya dari Seisi Dunia, Aku Masih Akan Mengabarimu
source: tumblr.com
“Aku izin buat menjauh dari kamu sementara. Maaf ya, Dan,” dari suaranya yang gemetaran saja, seseorang pasti tahu seberapa banyak usahanya untuk mampu berujar demikian.

Ardhan yang semula menenggelamkan wajahnya dalam kedua telapak tangannya mengangkat wajah untuk memastikan Raya benar yang barusan berucap. Meski waktu yang panjang telah dilalui bersama, Ardhana kadangkala merasa tidak mengenal sisi lain Raya. Seperti saat Raya dengan begitu lembut menghiburnya ketika dia tidak diterima di jurusan sastra ataupun saat ini ketika dia dengan kelembutan yang sama meminta jarak. Ardhana mengusap keningnya seolah keringat dingin telah bertengger di sana sedari mula mendengar ucapan Raya.

KAWI

PART 3: JARAK KITA SAAT INI
source: tumblr.com
(Raya’s POV)

Semula aku menerka-nerka siapa gerangan di balik paket yang diantarkan kurir pagi ini. Tetapi melihat pria berkemeja biru itu menyerahkan bungkusan berwarna merah marun, aku semacam bisa menebak siapa pengirimnya secara instan. Bergegas kubuka kertas marun itu untuk mendapati sebuah buku bercover marun juga. Kita selalu tersenyum pada hal-hal kecil yang mengingatkan kita pada seseorang yang berharga bukan? Ardhana and his unpopular maroon obsession did it to me today. Kusibak halaman judulnya untuk menemukan pesan yang ditulis dengan tangannya.

BEHIND THE SCENE MUSE

source: pixabay.com

Some writings effortlessly occupied special places in my heart and “Muse” is one of them.

To tell you the truth, the whole story was inspired by a close friend’s story. I made the storyline a bit altered from the actual one since I didn’t want people to be able to guess who that famous writer is (and I bet you'll be surprised if I reveal his identity. Hoho). But the plot of “being loved by your idol but couldn’t accept his feeling since you know there’s someone who deserves him better” is authentic. I recognized my friend’s feelings and came up with the idea of serving it as fictional writing. She agreed and even said that she would deliver the story to the “Ikra” in real life. Guess what? The person behind the persona had read the story :)

KAWI

PART 2: JARAK KITA HARI ITU
source: tumblr.com
(Raya’s POV)

“Putri,” bisiknya. Meski dia berusaha berbicara selirih mungkin—seolah-olah rahasia ini hanya boleh didengar olehku saja, otakku seperti mendengar dentuman yang meledak tepat di samping telingaku. Aku menoleh dan mendapatinya tersenyum sangat lembut. Detak jantungku seperti dibekukan oleh kejadian tak terduga ini. Aku tidak menduga akan ada hari di mana Ardhan tidak melulu berbicara tentang mimpinya menjadi penulis yang lebih hebat dari kakaknya, Arga. Aku tidak mempersiapkan diri untuk hari di mana Ardhana Kawi mengambil jeda dari ambisinya dan memberi ruang penting di pikirannya bagi seseorang. Aku tahu hari semacam ini pasti akan datang tetapi tidak membayangkan hari itu adalah hari yang sedang kujalani saat ini. Tidak. Seharusnya hari hatiku retak tidak datang setergesa-gesa ini.

KAWI

PART 1: JARAK KITA HARI INI
source: tumblr.com
(2015)
(Raya's POV)

Tak seperti biasanya, aku tidak merasa bersemangat mengikuti kelas Kajian Puisi yang akan dimulai sebentar lagi. Tidak ada yang aneh dari hari ini kecuali kenyataan bahwa aku melihat poster acara bedah buku terbaru Ardhana Kawi ketika berjalan ke kelas ini. Teman-teman kelasku bergegas mengetik pesan untuk mendaftarkan diri mengikuti acara tersebut tetapi aku tidak sedikit pun tergerak mengikuti mereka.

“Memangnya kamu nggak mau dateng, Ya?” Dita yang duduk di belakangku menepuk bahuku. Dia menunjukkan layar ponselnya yang sedang menampilkan poster acara yang sedang dibicarakannya.

PRAY


source: wallpaperup.com
Aku tidak bisa mempercayai sesuatu yang terjadi pada diriku saat ini. Seseorang yang empat tahun lalu pertama kali membekukan hatiku menjadi salah seseorang yang berdiri di belakang pejabat yang sedang menggelar konferensi pers yang sedang kuikuti siang ini. Aku menggenggam kartu pers yang menggantung di leherku sembari menunduk khawatir tatapannya membuatku lebih beku lagi. Bertahun-tahun belakangan, perasaanku kepadanya seakan beku tetapi masih tetap tinggal. Seolah sebongkah es yang dilempar ke perapian, rasa yang lama terbekukan di sudut hati ini mencair begitu saja.

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE