Showing posts with label fiksi. Show all posts
Showing posts with label fiksi. Show all posts
Cinta adalah ruang tamunya
Bagaimana seseorang yang tidak
pernah jatuh hati harus menuliskan sajak berlembar-lembar?
Hambar
Alfabet sedang berbicara pada jarak sedekat ini
Meledek rekaan yang ku aduk dalam puisi
Tentang imajinasi palsu yang ku titipkan pada kata
ALFABET
Nur Imroatun Sholihat
November 22, 2013
Tetapi ingin makhluk di
hadapnya mendengar sesuatu
Berdoa seseorang itu mengetahui maksud batin
Sekat tipis memantulkan segenap
sandi
Pada suasana yang tak memiliki
perwujudan kata
Aku datang menyeret rindu
Hanya untuk mendengar sedikit suaramu,
beberapa detik saja
KOLONG
Nur Imroatun Sholihat
November 21, 2013
Kau alien yang tersesat ke bumi,
mungkin?
Kau seakan tahu bahwa di kolong
langit, seseorang menunggu keajaiban menghampiri. Kau mendarat di hadapanku
pagi itu seperti kejutan dalam kotak berpita. Ketika ku buka, menyembul wajah
yang sepertinya otomatis selalu tersenyum. Sorot matamu binar seolah dunia tak
bisa mengganggu. Dengan kekuatan yang dibawa dari
luar angkasa kau membuat setiap hari adalah hari keberuntungan. Kau aneh dan aku menyukainya. Seketika aku ingin menawarkan diri untuk diculik oleh alien ini.
ALIEN
Nur Imroatun Sholihat
November 16, 2013
Sebelum
hujan adalah masa yang selalu luput dari pandangan. Bumi seakan tabah atas
langkah tergesa-gesa sebelum hujan. Langit sabar disesaki gumpalan pesan di
pikiran orang-orang sebelum hujan. Kata-kata menggantung di awan hanyalah payung, secangkir teh, rumah, dan tentu saja rindu. Sementara dalam
diriku bukan kaki melainkan batin yang tergesa-gesa. Di langit bergelayut
pesan pencarian yang hampir putus asa.
SEBELUM HUJAN
Nur Imroatun Sholihat
November 14, 2013
TEMPO
Nur Imroatun Sholihat
November 13, 2013
Semesta memperjumpakan kita pada
bilangan angka yang terlalu awal. Aku asing pada kalimat yang harus ku
selipkan dalam doa karena kehadiranmu. Kau di kala ku sangat muda telah
menyinonimkan diri dengan kebahagiaan. Kau di masa itu adalah unsur dalam
senyawa udara yang hela. Tetapi takdir baik
menghentikan pekerjaannya saat kita sampai di usia seseorang mungkin jatuh cinta.
Kita menyerah pada jarak kemudian mulai melupakan kemarin.
KEMARIN
Nur Imroatun Sholihat
November 03, 2013
Hai, apakah
kau baik-baik saja?
Hari ini aku
sedang membuka satu-persatu email yang masuk. Pekerjaan seperti hendak
mencekikku. Ku abaikan semua pesan dan mengalihkan pilihan untuk mengetik
sebuah email. Aku menulis dan menyimpan lagi surat untukmu. Hujan yang membentur
pelataran gedung ini seolah juga menghantam lantai hatiku. Aroma air hujan serasa
pisau tajam. Maaf, surat yang kesekian kali ini tak jua bisa ku kirim. Biarlah aku menggenggam rahasia ini sendiri,
bahkan darimu.
(UNSENT MAIL) TO YOU
Nur Imroatun Sholihat
October 31, 2013
I know, letters are so last year but it's my only way to say everything unsaid. Jauh dari jangkauan matamu aku tetap melanjutkan kebiasaan lamaku. Serupa yang aku ceritakan dalam surat sebelumnya, aku khawatir kau telah menuliskan sesuatu secara terus-menerus di hatiku hingga cerita tentangmu tak pernah habis. Maafkan ketakutan yang selalu menghadangku mengirimkan surat padamu. Alasannya tentu masih sama. Aku tak ingin wanita yang menjadi istrimu kelak membacanya.
(STILL) TO YOU
Nur Imroatun Sholihat
October 29, 2013
Aku masih saja mengingat detail fragmen waktu ketika aku tak sengaja merapatkan
tatapan ke arahmu. Aroma debu yang kering seperti terguyur hujan lebat lima jam
lamanya. Suara sungai yang bergemuruh sesaat mengheningkan diri. Kau menawarkan
hati yang manis kepadaku. Karena ucapanmu itu, batas yang semula ada raib begitu saja.
Saat kita berada dalam jarak sedepa tiba-tiba ingin sekali aku memastikan satu hal. Apakah mata kita berkedip di millisecond yang sama? Aku tak habis pikir mengapa seseorang yang berkedip dalam tempomu begitu menarik. Ada sesuatu dalam pergerakan bola matamu yang membuatku tak ragu menamai perasaanku. Sepanjang waktu, senyummu yang sejuk seperti tengah menggantung di dahan pepohonan. Dan pergerakan kelopak matamu mengkuatkan gravitasi bumi.
Saat kita berada dalam jarak sedepa tiba-tiba ingin sekali aku memastikan satu hal. Apakah mata kita berkedip di millisecond yang sama? Aku tak habis pikir mengapa seseorang yang berkedip dalam tempomu begitu menarik. Ada sesuatu dalam pergerakan bola matamu yang membuatku tak ragu menamai perasaanku. Sepanjang waktu, senyummu yang sejuk seperti tengah menggantung di dahan pepohonan. Dan pergerakan kelopak matamu mengkuatkan gravitasi bumi.
Tak heran sejak hari kau memutuskan pergi ke laut, aku merasa bumi tidak menarik
telapak kakiku. Seseorang yang paling melindungi
mimpi-mimpiku tengah menyelami
samudera citanya. Karena
jarak, aku tidak sendirian tetapi kesepian. Aku berada
dalam kerumunan tetapi masih mencari-cari
seseorang.
SANDAL GUNUNG
Nur Imroatun Sholihat
October 21, 2013
Di masa lalu, dengan tas punggung mungil kita membawa beragam rupa mimpi. Anak kecil tak gentar berlari
mengejar pesawat kertas yang diterbangkan tinggi. Bila pesawat mendarat di tanah, bocah dengan lugu menerbangkan kembali kertas yang dilipatnya sendiri. Ketika kertas mimpi itu terdampar di dahan, dengan girang kita meraihnya kembali. Pesawat sederhana yang bisa kita buat begitu saja dan kapan saja itu dulu terlampau membahagiakan.
KOPER
Nur Imroatun Sholihat
October 16, 2013
Suara parau radio yang bergema di sudut kamarmu
Mengepul secangkir
asap di gelas besi
Menyeruput si hitam pekat itu
Sama pahitnya dengan menungguku selesai berlarian di
pelataran
Aku kembali ke ruang ini
Mengaduk memori yang terkunci
Hanya saja tak ada seseorang duduk di sana menantiku kembali
Aku telah lelah bermain
Menyusuri daun ketela yang dulu kerap ku bandingkan dengan telapak
tanganku
Aku datang lagi dengan kaki yang sama
Tanah adalah alas kita
Tetapi aku tak menemukan jari-jarimu di sana
KAKEK
Nur Imroatun Sholihat
October 15, 2013
Seperti matahari, dia adalah seseorang yang berjalan ke arah barat. Sementara aku terlambat berpindah arah mengejarnya dari kejauhan. Jarak bayang-bayang kami sama jauhnya dengan batin kami. Kemudian aku berhenti untuk menunggunya berjalan dari timur keesokan harinya. Di satu titik kami tentu saja bertemu. Ada waktu kami bisa berpapasan, hanya saja terlampau sebentar.
Aku sendiri tak begitu yakin mengapa dia begitu memesona. Aku berhasrat menatap lebih lama sekalipun kilaunya menusuk mata. Aku ingin dia memperlambat langkahnya agar berjalan di sampingku. Aku berangan dia menawarkan hatinya kepadaku. Pandang yang teralihkan saat dia melintas, mulut yang terbata-bata mendeskripsikannya: entah.
BARAT
Nur Imroatun Sholihat
October 13, 2013
Dari jendela yang sama, aku memutar ingatan hari lalu tatkala engkau
menyusuri taman di seberang jalan. Di semesta itu, pagi tersulap begitu
semarak. Siulanmu membuat burung-burung berlalu lalang di pusaran magnetmu. Kepakan sayap
yang terdengar seperti tepuk tangan. Kau melangkah tenang dan memanjakan dara
untuk tidak beralih. Sebagian dara bertengger di dahan pohon di ketinggian sana. Polah
anak-anak kecil yang membuatmu tertawa riang. Pohon yang dahannya riang
menyambutmu, daun yang berebut ingin kau petik. Kau masih bernyanyi pada gemericikan tangga
nada air itu. Parade roda-roda yang berputar seperti melambat di sekelilingmu. Tanganmu menebar butir jagung, kemudian dara berhamburan mendekatimu. Rumput-rumput
yang berbaur rasa iri pada binarmu. Kakimu berlarian kecil dan meredam
peluh. Napas tersengal-sengal yang kau lempar bersama senyuman. Sulit ku
tafsirkan, kau membiarkan semesta mengilaukanmu.
JENDELA
Nur Imroatun Sholihat
October 10, 2013
Senyum malu-malu milikmu adalah
senyum paling teduh. Mata bulan sabit yang melengkung saat kau tertawa terasa lebih
terang dari purnama. Udara di sekelilingmu sesejuk embun di waktu terpagi. Hari berhujan badai
kau sulap menjadi hari di mana matahari begitu perkasa. Hatimu sejernih air yang
mengaliri sungai-sungai di pegunungan. Tentu saja kau tak sebenderang itu. Kau hanya sedang membuatku mendramatisasi
semua kata-kata tentangmu.
Kesempatan berpapasan denganmu serupa
berjumpa tanggal 29 Februari. Sekalipun bertemu, secepat angin tertiup, kau
berlalu begitu saja. Jari-jarimu yang melambai ke arahku terasa seperti mantra
yang menghanyutkan. Apakah kau menyadari bahwa aku tak hanya memiliki nama tapi
juga rasa?
Sejujurnya, kau tidaklah
seistimewa itu. Jika manusia adalah bintang maka sinarmu tidaklah terang. Seandainya
manusia adalah payung, kau bukanlah yang sepenuhnya meneduhkan kala hujan. Kau
hanya bintang biasa yang berkeliling mengitari duniaku. Kau adalah payung kecil
yang yang ketika tak hujan terlipat rapi di dalam tasku. Tetapi aku tenang
menjinjingmu dalam setiap langkahku. Aku bahagia menyalakan binarmu dalam hatiku.
Cahayamu membuatku bisa melihat tanpa menyilaukan mata. Siapa bilang itu tak
cukup?
Terkadang orang yang kau cintai
adalah yang paling sederhana sinarnya. Aku menaruh hati pada sinar yang
menerobos sela-sela tirai jendelaku. Binarnya tak seterang cahaya-cahaya
lainnya tetapi mengetuk sudut mataku membangunkanku dari tidur panjang.
Sesungguhnya kau sesederhana sinar itu.
LUMPUH
Nur Imroatun Sholihat
October 04, 2013
Iseng membuka tulisan-tulisan lama dan menemukan tulisan ini. Puisi ini saya tulis sekitar 2,5 tahun yang lalu, sepertinya ketika saya bosan berada di kelas. Haha.
MEJA
Ada yang secara sederhana ku rahasiakan
dari dunia Aku gemar melihat bayang-bayang dari bawah meja
Merapikan luka sendiri
Meja menggenggam paku beraturan
Sementara paku lainnya berserakan di lantai hati
Ketika gerak bumi hanyalah langkah dan suara kaki yang berlalu
Aku bersembuyi di bawah meja
Diam-diam memunguti paku-paku itu sendiri
MEJA
Nur Imroatun Sholihat
September 28, 2013
Adakah yang lebih terjaga di dalam hari
Dari batin yang kerap bercakap-cakap sendiri
Setelah arah, aku
kehilangan tujuan
Segala penjuru ku langkahi dan kabut terus memaksaku pulang
Tak habis aku berharap kau muncul dari tikungan di depan
sana
Aku khawatir lampu jalanan terlalu hafal langkahku
Aku masih selalu berjalan di malam hari
Bersama irama parau laju yang berlalu lalang
Meskipun takut
bayanganku sendiri lelah mengikuti
Batin yang bercakap-cakap sendiri
Lara dan rindu yang bertengkar sendiri
Pagi yang tiba-tiba datang sendiri
INSOMNIA (2)
Nur Imroatun Sholihat
September 25, 2013
JARAK 2
Nur Imroatun Sholihat
September 23, 2013
Hujan adalah rasa yang tak pernah
tuntas. Setiap hujan usai, masih ada air jatuh lain di masa
mendatang. Hujan adalah derai yang retak bersembunyi. Sekuat aku
merahasiakan tangis saat engkau berpendar bagai kilat di tengah hujan, aku
menyimpan rapi hati yang sepi. Apakah aku telah kehabisan cara untuk tetap
merahasiakan rasa? Aku khawatir batin yang terapung hanyut membentur kakimu. Bilamana
hujan datang mengguyur telapak kaki dalam dekap dingin bulir-bulir air, aku
takut rindu menampakkan diri begitu saja.
SHADOW
Nur Imroatun Sholihat
September 20, 2013