-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

About me

Hello

I'mNur Imroatun Sholihat

IT Auditor and Storyteller

So I heard you are curious about IT and/or auditing. I'm your go-to buddy in this exciting journey. My typical professional life consists of performing (and studying!) IT audit and managing the award-winning magazine, Auditoria. Armed with a Master of Commerce in Digital Transformation from UNSW Sydney, I'm currently wearing multiple hats—ambassador at IIA Indonesia's Young Leader Community, mentor at ISACA Global, Head of Public Relations at MoF-Cybersecurity Community, and trainer at IIA Indonesia. You'll also find me sharing insights on my YouTube channel, speaking at seminars, and crafting content on LinkedIn. Let's connect and dive into the world of IT and auditing together!

Blog

Showing posts with label fiksi. Show all posts
Showing posts with label fiksi. Show all posts

JENGUK AKU

Kau tentu ingat kata menjenguk darimu dulu selalu membuatku bersuka cita.

Jenguk aku sebab hatiku merasa gembira bahkan saat mendengar kau akan menjenguk. Jenguk aku karena kau tak tahu apa-apa yang terjadi saat kau tak menjenguk. Jenguk aku sebab jika kau tak menjenguk, ceritaku tak akan terucap pada siapa pun. Jenguk aku sebab tak mungkin aku terus bercakap-cakap dengan sepi yang membersamaiku. Jenguk aku karena lara mungkin meringan saat mendengar renyah sapaan tenangmu. Aku mengerti kau demikian sibuk. Aku tahu kau kehabisan waktu berlarian dengan mimpi-mimpimu tetapi barangkali kau bisa menjenguk dengan alasan kau menghargai masa lalu.

APA YANG KAU RINDUKAN DI BAWAH HUJAN

Di suatu rintik, dengan mata bulatmu kau menatapku dan bertanya,  “Apa yang kau rindukan di bawah hujan?”

Tak sebagaimana lazimnya menghadapi pertanyaan, otakku tak langsung mencari jawaban atas tanda tanya tersebut. Aku malah sibuk menelusuri ingatan barangkali aku pernah membaca di kamus mana hujan bersinonim dengan rindu. Pertanyaanmu terus berusaha meyakinkanku bahwa rindu adalah padanan kata dari hujan.

WAKTU YANG TEPAT UNTUK JATUH HATI

Kau sungguh berbeda hari ini. Kita telah saling mengenal sekian lama tetapi saat ini kau tak lagi sama. Bermula di hari ini segala hal-hal kecil yang natural saja kau lakukan terasa istimewa. Aku tahu masa ini akan datang tetapi masih saja bertanya-tanya mengapa butuh waktu demikian lama untuk berganti dengan perasaan ini. Aku telah menyaksikan setiap detail pesona unikmu terlampau kerap tetapi anehnya baru kali ini aku sepenuhnya mengakui.

SEJINGGA LANGIT SENJA INI

Aku tidak menomorsatukan langit biru sebab langit jinga lebih mengikat batinku. Aku suka suasana yang syahdu dan damai layaknya senja di pantai ini. Aku suka ketika ombak mendayu-dayu setelah begitu bersemangat sepanjang siang. Aku suka tatkala pasir tersisa hangat karena panasnya telah memudar seiring bergulirnya matahari ke barat. Aku suka saat kilau jingga menyentuh pipimu seolah ingin terlelap di wajahmu.

KOTA YANG MENCINTAI LILIN

Berkawan nyala lilin nan temaram, aku tanpa sadar tersenyum mengingatmu. Aku selalu merasa berkecukupan meski cahayanya hanya sekuncup. Aku tidak takut gelap sebab aku bisa tertidur nyenyak bersama seutas senyummu yang aku simpan dalam saku bajuku. Besok pagi kita akan bersua. Aku melirik jam dinding yang tahu jantungku berdetak kencang bersama perjalanan detiknya. Jika besok aku akan bertemu dengan cahaya yang lebih terang dari lampu, mengapa mengeluhkan lilin malam ini?

GULA

Kau dan aku tengah mewujudkan cita yang sama di daratan yang berbeda. Aku kini tinggal di kotamu meski kau sedang tinggal di kota lain. Dulu aku tak mengerti mengapa kau membanggakan betapa eratnya kota kecil ini memelukmu. Kau berbahagia tumbuh di tanah tempat aku kini berdiri. Langit selalu mendung di selain kota ini, ujarmu ketika kutanya mengapa berat bagimu pergi mengejar mimpi ke kota lain. Kota yang kini kupijak tentu istimewa sebab kau menyebut rumah hanya kepada kota ini.

ASSALAMUALAIKUM, KAKANDA

Assalamualaikum Kakanda,

Aku berharap Kanda tidak heran mengapa seseorang sampai menulis surat kepadamu di masa surat tidak lagi jamak digunakan. Aku pun terheran-heran mengapa jemariku terus menulis seolah yang tidak tertulis mendesak untuk tertuangkan. Semoga surat kali tidak terlalu panjang seperti biasanya ya, Kanda.

UTOPIA

Aku tidak pernah mengira akan tiba hari di mana kita berkawan erat. Di masa lalu, aku hanya bisa memperhatikanmu dari kejauhan, mengetahui seluk-beluk tentangmu secara tidak langsung sebab hampir setiap orang memperbincangkannya, lalu melalukannya begitu saja sebab kau pasti tidak tahu aku.

MASIH SEPTEMBER

Dia tersenyum di pagi hari ini. Dia menyapa satu per satu orang dengan senyum simpul nan semanis gulali. Hati yang berpapasan dengannya pasti meleleh seperti arum manis yang digemam. September adalah nama belakang dari senyum yang memendar begitu ringan di wajahnya itu. Dia tersenyum seolah seluruh angin yang melintas pun menarik bibirnya untuk mengembang. Dia tertawa sehangat matahari di pagi hari. Dia bertutur dengan ceria seolah bunga di atas kepalanya bermekaran mendengar suaranya. Dia seperti diciptakan untuk menjadi seseorang yang menyenangkan begitu saja. Kau pasti bahagia hanya dengan melihat wajahnya yang merona kemerahan. Dia akan tertawa renyah pada hal-hal lucu yang kau lontarkan. Dia tak akan segan melempar candaan yang tak selalu lucu tetapi menghiburmu. Dia semestinya tersenyum di pagi hari ini, esok, lusa, tubin, dan selanjutnya.

PENAKUT

Aku mendengar Ibu memuji
Betapa besar nyaliku melangkah di setiap hari
Sebenarnya aku penakut berhati ciut
Hanya saja aku tak ingin membuatmu turut
Bersedih atas jiwa yang dihuni secara tetap oleh rasa takut

LELAKI YANG MENARI DI BAWAH HUJAN

Kau dengar bunyi gesekan di pembuluh kapilerku karena darah berlari demikian kencang? Suara yang terdengar seperti perkusi itu adalah suara detak jantungku yang melompat-lompat. Aku mendengar suara itu lebih keras ketimbang suaramu. Mungkin aku terlalu gugup kau berdiri begitu saja di depanku. Kau berbicara seperti biasanya kau berbicara—aku kehilangan akal cara menyembunyikan degup yang dengan girangnya berakrobat. Aku curiga kalau-kalau kau juga mendengar suara-suara itu ketimbang suaramu sendiri. Duh, tenanglah sedikit. Seseorang yang menyita perasaanku tengah berbicara kepadaku.

PERGANTIAN HARI

Aku tahu pertengahan malam ini kau tengah mendoakanku. Kau pernah berujar bahwa kau memang tidak mengucapkannya tetapi kau terjaga di tengah malam mendoakan seseorang yang berganti angka. Di pergantian hari ini kau pasti meminta hal-hal baik untukku. Aku percaya itu meskipun tak pernah berani menanyakan kebenarannya.

730

Aku akan berkelana
Tujuh ratus tiga puluh hari
Maka duduklah sebentar sembari menyesap teh
Tujuh ratus tiga puluh kali
Aku akan kembali

ENAM TAHUN (Bagian III)

Aku berhenti terjatuh setelah selama enam tahun terjatuh makin dalam sepanjang waktu.

Aku tidak benar-benar tahu sejak kapan tepatnya aku bisa melepaskan diri dari belenggu yang telah memasungku enam tahun ini. Di masa awal kepindahanku, aku belum jua berhasil membisukan suaramu yang menggaung di sekelilingku. Kini aku terbangun mendengar alunan burung berkicau dan terlelap bersama keheningan. Suaramu menghilang seperti kaset yang telah terlalu lama diputar sehingga rusak. Aku tak lagi perlu mengusirmu yang selalu duduk santai di dalam mimpiku, kau sudah tak lagi di sana. Aku melangkah dengan ringan karena tidak lagi membawa beban perasaan yang menggunung selama bertahun-tahun. Perasaan seperti ini lebih sesuai bagiku ketimbang perasaan cukup berbahagia hanya dengan mengetahui keberadaanmu.

ENAM TAHUN (Bagian II)

Hari yang biru itu adalah hari ini. Detik-detik perpisahan akhirnya menampakkan diri.

Aku tersenyum melepaskan satu persatu orang yang mengantarku. Mataku masih saja refleks mencarimu di antara orang-orang di sekelilingku. Berkali aku memastikan keberadaaanmu barangkali kau baru saja datang. Ketika aku telah memunggungi mereka dalam langkah kepergianku, mataku terasa begitu perih. Hingga detik aku melepaskan pijakanku dari kota ini, bayanganmu sekalipun tak berkelebat. Aku terlampau percaya diri bahwa kau pasti datang. Lebih dari itu, aku terlalu keras kepala untuk tidak mengusir suaramu yang menjadi musik pengiring kehidupanku enam tahun ini.

ENAM TAHUN (Bagian I)

Kau mendengar rencana kepindahanku bukan?

Kini saat aku tidak akan lagi berdiam pada kota yang sama denganmu, aku menyadari betapa lamanya aku berdiam pada hati yang sama. Telah begitu lama aku seolah mendengar tawamu sepanjang waktu. Betul kita berada di kota yang sama tetapi kau tak sedang dekat maupun berucap saat aku terus mendengar suaramu. Aku ingat ketika pertama kali kau tak sengaja membaca namamu di buku catatanku lalu aku terdesak mengakui perasaanku. Kejadian itu masih terasa memalukan bahkan setelah enam tahun berlalu. Aku masih mengingat ketika terakhir kali kita berjumpa dan kau tetap bersikap seolah aku tak pernah berucap apa-apa. Kau tahu perasaanku dan menganggap seolah tidak terjadi apa pun.

RINDU

Setelah musim kemarau dan musim penghujan bergiliran menemani, aku masih tidak melihat bayangan yang berjalan mendekat. Air hujan yang seharusnya dingin terasa hangat sebab badanku lebih beku dari dingin itu. Angin kering kemarau membelaiku sangat kasar. Jika hendak menyerah, aku akan melakukannya sejak pergantian musim pertama. Aku tak menyerah sebab ternyata tidak menunggu lebih melukai. Namun, kau tak boleh beranggapan aku tidak mungkin berputus asa. Cerita tentangmu adalah cerita tentang seseorang yang seharusnya sudah sampai. Bukankah tak seharusnya salah satu dari kita terlambat datang dalam sebuah perjanjian? Kini aku sendiri berdiri di titik pertemuan tanpa seseorang menemuiku. Atau aku berdiri di tempat yang salah? Atau kau berbalik arah dari kejauhan enggan menemui seseorang sepertiku?

LAMPU SOROT


Kau membawakan untukku sekeranjang harapan. Tanpa sempat berpikir, aku menjinjingnya kapan pun aku melangkah. Tentu saja aku tak mengerti apa yang tengah terjadi denganku. Aku terlalu bahagia untuk menganalisis perasaanku sendiri. Sebenarnya ada rasa khawatir aku akan menjelma pungguk merindukan bulan jika tak tepat menangkap maksudmu. Kau menyatukanku dengan perasaan yang terlampau hebat untuk ditanggung oleh batin. Seperti yang Milan Kundera tuliskan, aku tak tahu apakah ini histeria atau cinta. Kau yang seterang bulan tiba-tiba memberikan sinarmu hanya untuk menjadi lampu sorot ke mana pun aku bergerak. 

PERAN

Kau mengambil lakon yang berlainan di nyata dan ilusiku
Aku tak bisa mengingat kapan terakhir kali kita bersua
Seberapa jauh kita di dunia nyata
Di dalam nyata, kau hanya satu dari sekian ratus orang yang berlalu-lalang
Kita justru kerap berpapasan di dalam tidurku
Selalu mengambil naskah dalam pementasan mimpiku
Kadangkala kau menyamar pohon rimbun di latar hutan
Kadang kau hanya terdiam di sudut ruangan
Mengamati gerak-gerik mimpiku
Tak jarang kau berjalan santai di kejauhan sana
Tempat yang tak mungkin kaki-kakiku hampiri
Lalu apa gunanya kau sesekali memanggilku dengan gerakan tangan lalu menghilang begitu saja
Terakhir, kau terlihat duduk santai membaca koran di ruang tamu rumahku
Pemeran tanpa dialog ataupun monolog

SINGGAH 5

Setahun berlalu sejak aku terakhir kali berziarah ke tempat pembaringanmu. Ketika aku melintasi kamar tempat dulu kau tertidur panjang, ada nyeri yang terlalu gelap untuk disebut sebuah emosi. Aku tak tahu apakah aku sanggup singgah ke kamar itu seandainya pun kau masih di sana. Langit masih abu-abu hari ini. Dahan tua di samping kamar itu menua. Aku masih membayangkan keranjang pesanku utuh tergeletak di meja kamar itu. Semenjak kau terlelap teramat nyenyak, aku gentar pada koridor panjang yang tengah ku lintasi ini. Aku takut karena aku kembali bisa mendengar harapan, doa, tangis, dan kepasrahan yang menggantung di langit-langit rumah sakit. Dalam ketiadaan derit napasmu, aku bisa mendengar tangisku sendiri.

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE